BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Dalam
mata
kuliah Sejarah Islam
di Asia Barat
kita diperkenalkan tentang
negara-negara Islam di
Asia Barat. Dimana
dalam mata kuiah
ini kita akan
mempelajari tentang Islam
di Syiria. Selain itu
kita juga akan
mempelajari letak geografis , awal mula
masuknya Islam ke
Syiria, masuknya
kolonialisme di Syiria,
perkembangan Islam di
Syiria. Untuk lebih jelasnya,
akan kita bahas
dalam makalah ini,
yaitu tentang Islam di
Syiria.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Sejarah Syria
Syria
adalah sebuah negara
yang Ibu kotanya
Damascus, sekitar 90% dari penduduk adalah orang arab. Syiria adalah Negara
berkembang yang punya potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi. Produk utama
dari pertanianya yaitu kapas, gandum, barli (semacam gandum), buah-buahan,
sayur-mayur, tembakau, ternak, dan lain-lain. Industry berkembang pesat meliputi
tekstil, pengolahan makanan, petroleum. Dan pertambangan menghasilkan minyak
bumi, gas alam, bijih besi dan garam. Untuk menunjang perdagangan, kota-kota
syiria dan Negara-negara tetangga dihubungkan dengan jalan-jalan aspal, jalan
kereta api dan pelabuhan internasional yag berada di Damascus. Bentuk
pemerintahan syiria adalah Negara republic, presiden adalah kepala Negara.
Presiden juga memimpin partai ba’ath, yang mengontrol politik pemerintahan
syiria. Dan ada empat partai politik yang membentuk organisasi bersama partai
ba’ath yang disebut front progesif nasional.
Syria
sebelum Islam merupakan daerah yang dikuasai bangsa semit
sejak 3500 SM sampai 538 SM. Yaitu
bangsa aramaea, phoenisia, dan bangsa yahudi. Di antara ketiganya yang terbesar
adalah bangsa yahudi. Bangsa Yahudi berhasil mendirikan kekuasaan yang mandiri
pada masa kepemimpinan Daud anak jesse dari suku juddah dan mencapai
kejayaannya pemerintahan sulaiman (961-922 SM) setelah sepeninggal sulaiman
bangsa yahudi terpecah menjadi dua: kekuasaan israel dibagin utara dan
kekuasaan yudah di bagian selatan. Pada tahun 722 SM kekuasaan israel diganti
oleh bangsa assyria.
Kekuasaan assyria runtuh bangsa
babylonia bangkit kembali dibawah kekuasaan dinasti chaldean atau dinasti
babylonia baru (625-538/539 SM) ssetelah itu dikuasai oleh non-semit, persia di
bawah pimpinan Cyrus. Pada
tahun 333 SM Alexander atau iskandar agung penaklukan persia dan mengembangkan
kebudayaan yunani. Disadanlah tumbuh peradaban baru yang mengungguli peradaban
sebelumnya dan peradaban ini dinamakan peredaban yunani.
Pada tahun 64 SM suriah jatuh ke tangan
bangsa romawi. Kemudian bangsa romawi timur mengembangkan agama kristen di
suriah hingga datangnya islam.
B. Penaklukan
Suriah
Penaklukan
suriah bermula dari insiden mu'tah dimana orang islam melawan pasukan romawi.
Perang ini bertujuan menuntut balas atas kematian seorang utusan nabi yang
dikirim kepada kerajaan gassan di bushra. Pasukan islam berkekuatan 3000 orang
yang dipimpin oleh zaid bin haritsah. Pertempuran mu'tah adalah satu-satunya
pertempuran dengan suriah pada hidup nabi. Setelah perang mu'tah penaklukan
tersebut dilanjutkan oleh abu bakar.
Abu bakar mengirim tiga pasukan yang
masing-masing terdiri dari sekitar 3000 orang yang masing-masing dipimpin oleh
'amr bin al-'ash, yazid bin abi sufyan, dan surahbil ibn hasanah. Abu ubaydah
ibn al-jarrah yang tk lama kemudian menjadi komandan pasukan gabungan, munkin
juga memimpin salah satu pasukan dan mengambil rute jamaah haji.
Khalid bin walid yang ketika itu sedang
beroprasi di irak diperintahkan oleh abu bakar untuk segera berangkat dan
membantu pasukan yang sedang bertempur di suriah. Dalam perjalanan menuju
suriah kahalid berhadapan dengan pasukan bizantium di dekat damaskus dan
behasil menguasainya. Kahlid ibn al-walid pun bergabung di lembah yarmuk. Dan
diangkat oleh khalifah menjadi panglima.
Dipertempuran yarmuk antara umatmuslim
melawan pasukan bizantium yang menguasai suriah. Umat islam dapat mengalahkan
pasukan musuh walaupun ada sebagian yang melarikan diri ke tepi sungai di
lembah rukkad. “selamat berpisah wahai suriah, sebuah negeri sempurna yang
direbut musuh” demikian kata heraklius.
C. Syria Dari Masa Klasik Hingga Modern
Penduduk syiria adalah mayoritas Sunni dan empat sekte Syi’ah minoritas. Sekte
syi’ah terbesar, Alawiyah, terpusat di
barat laut Latakia dan menduduki sekitar 12persen dari penduduk.
Orang-orang Druze hanya menepati angka tiga persen dari jumlah penduduk, tetapi
menduduki posisi dominan di provinsi barat daya Suwaida. Kaum ismailiyah di
syiria tengah deket hama dan homs dan sejumlah kecil penganut Syiah Dua Belas
Imam di sekeliling Aleppo secara
gabungan berjumlah satu persen dari jumlah penduduk. Pada awal abad kesembilan
belas , kaum elit poliik dan sosial di kesultanan utsmaniyah mempersatukan
institusi-instusi, simbol-simbol, dan kaum ulama islam. Pada paro kedua abad
kedua puluh, kecenderungan sekular mendominasi Syiria, dan gerakan-gerakan
pemulihan kedudukan tertinggi Islam menjadi alasan bagi pembangkah politik.
Selama
era utsmaniyah (1517-1918), para sultan melegitimasi otoritas mereka dengan
mengklaim menjalankan pemerintahan sesuai dengan Islam. Diantara pemuka-pemuka
agama yang menduduki jabatan tertinggi adalah para mufti daari keturunan Nabi (niqib al-asyraf). Orang-orang
berkedudukan tinggi lainnya meliputu hakim-hakim pengadilan, para pengajar di
sekolah-sekolah unggulan, serta para khatib dan imam shalat di masjid-masjid
terhormat. Dengan demikian, otoritas utsmaniyah dan institusi-institusi
keagamaan setempat saling memeperkuat otoritas sat sama lain. Anggota termiskin
dalam institusi keagamaanb adalah para pedagang kecil dan tukang yang terkait
denga masjid kecil dan tarekat sufi yang populer.
Diantara mazhab-hukum islam yang utama, mazab syafi’I memiliki akar yang dalam diii syiria, teapi mazhab Hanafi menjadi lebih luas diterima diantara ulama-ulama berstatus tinggi pada abad kedelapan belas dan abad kesembilan belas oleh sebab mazhab hukum resmi kesultanan utsmaniyah. Keragaman dan tolenransi ini mencirikan afiliasi dengan tekan sufi. Seorang muslim boleh jadi mempererat ikatan dengan beberapa terkat kosmopolitan, misalnya Qadariyah, Naqsyabandiyah, Rifa’iyah dan Khalwatiyah.
Diantara mazhab-hukum islam yang utama, mazab syafi’I memiliki akar yang dalam diii syiria, teapi mazhab Hanafi menjadi lebih luas diterima diantara ulama-ulama berstatus tinggi pada abad kedelapan belas dan abad kesembilan belas oleh sebab mazhab hukum resmi kesultanan utsmaniyah. Keragaman dan tolenransi ini mencirikan afiliasi dengan tekan sufi. Seorang muslim boleh jadi mempererat ikatan dengan beberapa terkat kosmopolitan, misalnya Qadariyah, Naqsyabandiyah, Rifa’iyah dan Khalwatiyah.
Pada
dekade-dekade awal abad kesembilan belas, kemapanan keragaman Syiria
memperlihatkan kesetiaannya pada Khalifah Ustmaniyah dengan menolak untuk
memberontak yang dikeluarkan oleh pada propagandis gerakan pembaharu agama
Wahabiyah di Arab Tengah. Pada 1831 angkatan bersenjata mesir menduduki Syiria,
memebuatnya berada dibawah kekuasaan Kairo hingga 1840. Pemuliha kekuasaan
Ustmaniyah pada 1841 memebawa kelegaan, tetapi selama dua dekade
berkutnya,munculnya elit birokasisekular di Istanbul dan tumbuhlah misi
keagamaan dan komersial Eropa menghadapkan tanda bahaya kepada kaum ulama
syiria. Sentimen anti eropa meledak pada 1850 ketika massa Muslim memebantai
orang-orang Kristen di Damaskus.
Pada
dekade-dekade akhir pemerintahan Ustmaniyah, kemapanan agama menerima dukungan terakhir
dari Sultan Abdulhamid II (1876-1909). Penguasa ini menangkai penyususpan
orang-orang Eropa dari perselisiah politik dalam negri dan sebuah kebijakan
yang menekankan status keagamaan sebagai khalifah seluruh muslim. Pad awal
1990an meledaklah permusuhan sengit antara kzum pembaru (yang dikenal dengan
kaum Salafiyah) dengan orang-orang yang setia pada praktik keagamaan yang
populer semisal mengunjungi makam orang suci untuk
meminta do’a serta taqlid buta terhadap faqih.
perselisiha keagamaan ini bertumpang tindih pada konflik politik, baik sebelum maupun sesudah pemulihan konstitusi Ustmaniyah pada 1908 dan pencabutan kekuasaan Abdulhamid pada tahun berikutnya. Kehancuran kesultanan Ustmaniyah pada akhir Perang Dunia I denga tibs-tiba mengakhiri persaingan ini dengan mengganti dasar-dasar perpolitikan syira.
perselisiha keagamaan ini bertumpang tindih pada konflik politik, baik sebelum maupun sesudah pemulihan konstitusi Ustmaniyah pada 1908 dan pencabutan kekuasaan Abdulhamid pada tahun berikutnya. Kehancuran kesultanan Ustmaniyah pada akhir Perang Dunia I denga tibs-tiba mengakhiri persaingan ini dengan mengganti dasar-dasar perpolitikan syira.
Pada
Juli 1920 Prancis menyerbu Syiria, mengusir Amir Faisal, menghapus
pemerintahannya, dan berdasarkan sebuah mandat dari liga Bangsa-Bangsa,
membentuk pemerintaha langsung yang berakhir pada 1946. Selam seperempat abad
itu, nasionalisme Arab bangkit sebagai pemimpin ideologi oposisi terhadap
kekuasaan asing.
Ideologi ini memungkinkan orang-orang syiria dar semua agama (sunni, druze,
alawiayh, syi’ah, dan kristen) bersatu melawan kekuatan Eropa. Namun, islam
memegang peran penting dalam perjuangan kaum nasionalis. Selain posisi Islam
dalam perjuangan kaum nasionalis, periode pemerintahan mandat menyasiakan
berkembangnya berbagai perhimpunan islam dan institusi budaya yang baru pada
tingkat akar rumput dikota-kota syiria. Perhimpunan amal Islam (jam’iyat) muncul
di Damaskus, Allepo dan Hama pada periode 1920an dan 1930an.
Dibidang
politik, perhimpunan-perhimpunan islam memimpin oposisiterhadap ususlan prancis
dalam rancangan konstitusi 1928 untuk menegakkankesetaraan keagamaan bagi
seluruh warga negara. Disaat kemerdekaan pada 1946 hingga 1963, perpolittkan
syiria mengalami seringkaian kudeta militer, kabinet-kabinet sipil yang berumur
singkat, dan periode singkat penyatuan dengan mesir. Kekuatan-kekuatn politik
paling dinamias adalah partai-parta arab sekular. Parta ikhwanul Muslimin,
dibentuk pertama kali di syiria pada 1946 mewakili sentumen agama yang
mengancam kecenderungan sekular yang dominan, tetapi ia tidak memiliki
penggaruh besar dalam perpolitikan di syiria selama periode ini. Pemimpin
ikhwanul Muslimin adalah mushtafa Al-Siba’i (1915-1964). Pada 8 maret 1963,
sebuah kudeta militer meresmikan era pemerintahan Ba’ts. Akibatnya, tantangan
paling keras terhadap pemerintahan Ba’ts datang dari kelompok-kelompok Islam,
terutama Ikhwanul Muslimin.
Pada akhir 1970an rezim
ba’ts menindas dan mengooptasi pesan-pesaing politik sekularnya yang paling membahayakan. Minoritas
–minoritas agama di suriah orang-orang druze, `alawiyah, kristen, dan ismailiyah
terkonsentrasi di daerah pedesaan dan tidak bersimpati terhadap aspirasi islam.
faktor lain dari yg memperlemah pergerakan islam tersebut. Pada 1970, ikhwan
al-muslmin saja terpecah menjadi tiga kelompok.
Cabang damaskus mengikuti garis moderat `isham al-`aththar. Dikota-kota
utara di Aleppo, homs dan latakia. Rezim Suriah terus bersikukuh pada pemisahan
tegas agama dan politik. Namun, di lain pihak ia tidak berusaha memperlemah
posisi agama dalam budaya dan masyarakat Suriah. Secara garis besar, rezim
mendorong pencairan perpecahan sekretarian dan memajukan sebuah penafsiran
nonpolitis atas islam. Negara bertanggung jawab dalam menyediakan prasarana
bagi warga negaranya agar dapat memenuhi tugas-tugas keagamaan mereka, tetapi
bukan untuk memaksakan keseragaman agama.
BAB III
PENUTUP
Dapat diambil kesimpulan bahwasanya negara syria
adalah nagara dimana penduduk syiria adalah mayoritas Sunni, dimana selama era
utsmaniyah , para sultan melegitimasi otoritas mereka dengan mengklaim
menjalankan pemerintahan sesuai dengan Islam.PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah kami. Masukan yang bersifat mendukung, sangat kami harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar