Rabu, 07 Agustus 2013

PERATURAN PEMERINTAH RI TENTANG USAHA



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2007
TENTANG
WARALABA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan cara Waralaba serta meningkatkan kesempatan usaha nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Waralaba;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847 Nomor 23);
3. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934 (Bedrijfs Reglementerings Ordonantie 1934, Staatblads 1938 Nomor 86);
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WARALABA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :
1. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
2. Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba.
3. Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang perdagangan.

Pasal 2
Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.

BAB II
KRITERIA
Pasal 3
Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki ciri khas usaha;
b. terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

BAB III
PERJANJIAN WARALABA
Pasal 4
(1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 5
Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit :
a. nama dan alamat para pihak;
b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. kegiatan usaha;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
f. wilayah usaha;
g. jangka waktu perjanjian;
h. tata cara pembayaran imbalan;
i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
j. penyelesaian sengketa; dan
k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.
Pasal 6
(1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain.
(2) Penerima Waralaba yang diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba.

BAB IV
KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA
Pasal 7
(1) Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat melakukan penawaran.
(2) Prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai :
a. data identitas Pemberi Waralaba;
b. legalitas usaha Pemberi Waralaba;
c. sejarah kegiatan usahanya;
d. struktur organisasi Pemberi Waralaba;
e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
f. jumlah tempat usaha;
g. daftar Penerima Waralaba; dan
h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.
Pasal 8
Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 9
(1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba.
(2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba.

BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 10
(1) Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba.
(2) Pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 11
(1) Penerima Waralaba wajib mendaftarkan perjanjian Waralaba.
(2) Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 12
(1) Permohonan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diajukan dengan melampirkan dokumen :
a. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
b. fotokopi legalitas usaha.
(2) Permohonan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi legalitas usaha;
b. fotokopi perjanjian Waralaba;
c. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik/pengurus perusahaan.
(3) Permohonan pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri.
(4) Menteri menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila permohonan pendaftaran Waralaba telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(6) Dalam hal perjanjian Waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(7) Proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Waralaba diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Waralaba.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian :
a. pendidikan dan pelatihan Waralaba;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau
f. bantuan perkuatan permodalan.
Pasal 15
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Waralaba.
(2) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VII
SANKSI
Pasal 16
(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 11.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda; dan/atau
c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.
Pasal 17
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan.
Pasal 18
(1) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Perjanjian Waralaba yang dibuat sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah ini harus didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 22
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 90
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI

Selasa, 06 Agustus 2013

PENGKAJIAN KINERJA PILOT DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PENERBANGAN



KASUS PENGKAJIAN KINERJA PILOT DALAM MENUNJANG KESALAMATAN PENERBANGAN
BAB I. PENDAHULUAN
 1.1  Latar Belakang
Kondisi angkutan udara dewasa ini mengalami banyak perubahan yang signifikan sehingga banyak kebijakn-kebijakan dan praktek pembinaan yang dipakai untuk mengatur perkembangan industri angkutan udara selama decade yang lalu dan sekarnag ini tidak sesuai sehingga tidak dapat lagi digunakan untuk menghadapi situasi dan kondisi dunia yang sedang berubahsecara global dimana kompetisi penerbangan saat ini tampak sebagai upaya menuju efisiensi.
Dalam rangka menghadapi tantangan dan sekaligus peluang pada lingkup Internasional akibat dari perdagangan bebas dan kebijakan nasional dalam pelaksanaan otonomi daerah, dimana pemerintah dalam meningkatkan kinerja tranportasi udara telah melakukan deregulasi terhadap peraturan-peraturan yang membatasi ruang gerak industri transportasi udara antara lain , dengan mengeluarkan keputusan menteri perhubungan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi dan Keputusan Menteri Perhubungan No 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 24 tahun 2008 tentang Penyelanggaran Angkutan Udara. Dari kebijakan-kebijakan tersebut diatas diharapkan dapat memberikan dorongan dalam uapya menghadapi era liberalisasi yang tidak dapat dibendung lagi. Namun demikian ditengah meningkatnya bisnis angkutan udara dewasa ini mempunyai penmgaruh terhadap keselamatan penerbangan yang ditandai dengan semakin banyaknya kecelakaan yang terjadi.
Dari sederat kejadian kecelakaan pesawat udara yang terjadi, kiranya dapat ditarik suatu garis merah bahwa jatuhnya pesawat udara tersebut menurut FAA (Federal Aviation Administration) terdapat tiga faktor penyebab kecelakaan yaitu faktor cuaca sebesar 13,2 %, armada (pesawat udara) yang digunakan sebesar 27,1 %, dan manusia (human) sebesar 66 %. Faktor manusia memang potensial menjadi pemicu penyebab kecelakaan dan dan ada beberapa hal melatarbelakangi antara lain kesalahpahaman, kelelahan mental, kurang pengalaman, dan masalah budaya. Dari faktor manusiapun dapat ditarik beberapa hal yang menjadi mata rantai dari faktor kesalahan seperti tingkat kedewasaan seorang pilot dan Kopilot pada saat mengalami suatu keadaan yang tidak diinginkan secara tiba-tiba. Seorang Pilot dengan jam terbang yang tinggi cenderung terbiasa menghadapi keadaan gangguan mesin secara tiba-tiba, disamping itu juga faktor lingkungan Pilot ikut menentukan sikap perilaku Pilot itu.
Dalam industri penerbangan konsep SHELL (Softtware, Hardware, Environment, Liveware-Liveware) selalu diperhitunghkan dimana faktor manusia sekarang bukan semata-mata Pilot, akan tetapi mulai dari perancangan pesawat terbang, pembuat tatalaksana operasional penerbangan, pengelola operasi penerbangan, dan penyedia Katering  adalah manusia-manusia yang ikut berperan dan bertanggungjawab atas keberhasilan penerbangan yang aman dan nyaman.
Dilihat dari kacamata peniliti penyebab kecelakaan pesawat bisa ditinjau berbagai aspek antara lain dari sisi manusianya, sistem organisasi, teknologi dan budaya. Faktor manusia menjadi penting untuk dikaji, karena berdasarkan penelitian selama ini penyebab kecelakaan pesawat udara didunia terjadi akibat faktor manusia (human faktor) sebesar 66 %. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui lebih mendalam, perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh human faktor (pilot) dalam penyebab kecelakaan penerbangan sipil di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
            Perumusan masalah dalam kajian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kineja pilot dalam menunjang keselamatan penerbangan.
C. Maksud dan Tujuan
            Maksud pengkajian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot sebagai salah satu penyebab kecelakaan pesawat dalam penerbangan sipil di Indonesia. Sedangkan tujuannya adalah memberikan rekomendasi kepada pihak yang terkait dalam upaya mengatasi faktor-faktor yang dapat mempengauhi kinerja pilot dalam melaksanakan tugasnya.
D. Ruang Lingkup
            Sesuai dengan maksud dan tujuan, ruang lingkup dibatasi pada lokasi survei yang menjadi sampel dari kajian, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Inventarisasi peraturan yang berkaitan dengan studi;
2.      Inventarisasi jumlah pilot, operator, dan jenis pesawat;
3.      Inventarisai jumlah kecelakaan dan faktor penyebab kecelakaan pesawat udara;
4.      Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot;
5.      Identifikasi penyebab human faktor terhadap kecelakaan pesawat udara;
6.      Evaluasi dan analisis kinerja pilot dalam penyebab kecelakaan pesawat udara;
7.      Rekomendasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot dalam penyebab kecelakaan pesawat udara.
BAB II. METODOLOGI
A.    Pola Pikir
Penelitian merupakan rangkain proses yang kompleks dan terkait secara sistematik. Tiap tahapan merupakan bagian yang menentukan bagi tahapan selanjutnya sehingga harus dilalui secara cermat. Untuk memudahkan dalam memperoleh gambaran penelitian secara menyeluruh perlu dirumuskan suatu pola pikir yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini, sehingga dapat menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini secara garis besar (menyeluruh), pola pikir dalam kajian ini dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2 sebagai alur pikir dalam proses pemecahan masalahnya. Adapun penjelasan dari pola pikir penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Kondisi eksisting kinerja pilot di Indonesia
     Merupakan gambaran atau profil dari kinerja pilot di Indonesia pada saat ini, dilihat dari kondisi pilot itu sendiri, manajemen perusahaan penerbangan yan menaungi para pilot beserta dari unsur regulator yang terkait dengan kinerja pilot. Dengan melihat kondisi kinerja pilot saat ini diharapkan dapat sebagai bahan untuk mengevaluasi dan mengembangkan kinerja pilot yang lebih kondusif dalam menunjang keselamatan penerbangan.
2.      Tiga unsur pendekatan penelitian
·         Subyek, yaitu merupakan unsur perilaku utama yang terlibat dalam permasalahan yang dikaji dalam studi ini, terdiri dari Pilot, Airlines atau Perusahaan Penerbangan, Federasi Pilot, Bandar Udara dan Regulator (Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara);
·         Obyek, yaitu unsur permasalahn yang akan dicarikan solusi pemecahan masalahnya, dimana dalam studi ini adalah kondisi pilot dilihat dari segi fisik, psikis, sistem manajemen yang meliputi jadwal terbang yang diberikan kepada pilot, salary yang diterima pilot, kebijakan penghematan BBM yang ditentukan oleh perusahaan penerbangan, jenjang karir bagi para pilot, serta penghargaan yang diberikan oleh perusahaan dan melihat pilot dari faktor komunikasi baik komunikasi pilot terhadap manajemen perusahaan maupun komunikasi yang terkait dengan bidang pekerjaan pilot (co.pilot,petugasATC), lingkungan/budaya; dan
·         Metode, yaitu unsur teknik yang digunakan dalam memecahkan permasalahan dimana dalam studi ini menggunakan model SHELL yang merupakan suatu model yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan human error dalam melakukan tugasnya.
3.      Instrumental input (landasan hukum) dan pengaruh lingkungan eksternal
     Selain dari ketiga unsur pendekatan tersebut diatas, ada unsur lain yang juga dapat mempengaruhi mempermasalahan yang dibahas dalam studi ini, yaitu instrumental input, berapa peraturan perundangan-perundangan yang menjadi landasan hukum dari penelitian ini, dan pengarh lingkungan eksternal, yaitu lingkungan luar yang terkait atau berpengaruh terhadap kinerja pilot.
4.      Umpan balik (feed-back)
          Umpan balik (feed-back) diperlukan untuk mengetahui berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi, sehingga proses perumusan pemecahan masalah dapat berjalan, yang selanjutnya akan dihadapkan butir-butir hasil (output dan outcome) yang diharapkan dari studi ini.
5.      Hasil yang diharapkan (output dan outcome)
    Hasil yang dharapkan dari studi ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot dalam penyebab terjadinya human factor dalam kecelakaan penerbangan, dan sebagai outcme-nya adalah kinerja pilot yang menunjang keselamatan dalam dunia penerbangan di Indonesia.

B.     Metode Pengumpulan dan Pegolahan Data
1.      Pengumpulan Data : Pengumpulan data merupakan prosedur untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data dalam pengkajian ini dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara, dengan pertimbangan semua informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan akurat dan lengkap.
2.      Penetapan Sampel : Metode Sampling yang paling tepat untuk pengumpulan data/informasi adalah convenience samplin mengingat bahwa karakteristik  dan ukuran populasi dalam terdefinisikan secara lengkap. Populasi dalam penelitian dalam ini terdiri dari beberapa segmen dimana setiap segmen mempunyai karakteristik yang berbeda terutama dari segi tujuannya, segmen-segmen itu adalah :
a.       Perusahaan Penerbangan             b. DSKU (Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara)
c.   Federasi Pilot                               d. Pilot
convenience sampling bersifat non random dan hanya beberapa segmen saja yang benar-benar bersifat sampel dalam hal ini adalah pilot. Segmen lainnya ditetapkan dengan pertimbangan bahwa individu-individu tertentu saja yang cukup representatif untuk dapat dijadikan sumber informasi yang akurat.
3.      Pengolahan Data : Teknik pengolahan data pada pengkajian ini akan menggunakan pendekatan dengan model SHELL. Adapun tahapan dalam pengolahan data pertanyaan tertutup meliputi :
a)      Klasifikasi data yaitu mengidentifikasi jenis jawaban yang memiliki karakteristik yang sama dan menyusunnya kedalam kelompok atau kelas.
b)      Kompilasi yaitu menggabungkan seluruh jawaban kedalam format tabulasi data dengan mengkuantitatifkan data kualitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner sehinga nantinya data tersebut dapat dianalisis.
c)      Komputasi yaitu memasukkan data yang telah dikompilasi kedalam komputer dan dilakukan perhitungan sederhana.
Sedangkan data yang diperoleh dari pertanyaan terbuka yaitu berupa keluhan, komentar dan saran dimasukkan kedalam format sederhana untuk melengkapi analisis yang berkaitan dengan kinerja pilot saat ini.








C.    Metode Analisis
Metode analisis yang dipergunakan dalam kajian ini adalah dengan pendekatan model SHELL,  yaitu model pendekatan terhadap kesalahan manusia (human error) dalam melakukan tugasnya. Unsur-unsur didalam model SHELL ini antara lain adalah software, hardware, environment dan liveware. Semua unsur tersebut kemudian dipadukan dengan unsur manusia yang dijadikan obyek untuk dianalisa.
            Pendekatan lainnya adalah dengan melalui pengkajian kinerja pilot dari berbagai airline dan pendekatan analisis lainnya yaitu dengan studi Literatur yang menunjang dengan kinerja pilot. Analisa dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan interpretasi hasil pengolahan data.

BAB III.GAMBARAN UMUM
A.    Kebijakan Penerbangan
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangkajian ini atau penerbangan diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Undang-undang 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, pada Bab VII Keamanan dan Kesalamatan Penerbangan,
2.      Perauran Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, pada Bab VII Personil dan Kesehatan Penerbangan,
3.      Keputusan Menteri Perhubungan No. SK/OT.002/Phb-83 tanggal 1 Nopember 1983 tentang Unit Penguji Kesehatan Personil Penerbangan, pelayanan yang dilaksanakan,
4.      Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor; SKEP/62/V/2004 tanggal 28 Mei 2004 tentang Sertifkasi Kesehatan Personil Penerbangan pada Bab II Jenis dan Massa Berlaku Sertifikat Kesehatan,
B.     Sarana dan Prasarana Bandar Udara
Berdasarkan Keputsan Menteri Perhubungan No. 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebanarudaraan Nasional, tercatat 187 Bandar Udara sebagai prasarana pendukung dalam kegiatan angkutan udara yang dilengkapi berbagai fasilitas. Untuk dapat mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada saat ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.           Sarana : adalah pesawat udara yang digunakan untuk mengangkut penumpang, barang, kargo, dan pos sampai tujuan. Angkutan udara niaga berjadwal merupakan penerbangan yang didasarkan pada jadwal waktu kedatangan dan keberangkatan yang tetap dan teratur serta rute penrbangang yang telah ditentukan. Sedangkan untuk angkutan udara niaga tidak berjadawal adalah penerbangan berdasarkan permintaan atas jasa transportasi udara dengan jadwal yang tidak tetap dan tidak teratur serta rute yang tidak ditentukan. Pesawat udara yang beroperasi pada tahun 2003 sebanyak 145 pesawat, tahun 2004 sebanyak 187 pesawat, 2005 sebanyak 231 pesawat, 2006 sebanyak 211 pesawat dan tahun 2007 sebanyak 221 pesawat.
2.            Prasarana : adalah bandar udara yaitu lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik-turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. (PP No. 70 Tahun 2001), dalam hal ini yang berkaitan dengan kajian antara lain fasilitas pokok diantaraya :
a.      Fasilitas Sisi Udara : Berupa runway, taxiway dan apron sebagai fasilitas pokok bandara yang pembangunan dan pengembangannya dissuaikan dengan ketentuan-ketentuan internasional, khususnya yang menyangkut keselamatan penerbangan.
b.      Fasilitas Sisi Darat : Berupa gedung yang dipergunakan pengguna jasa dibandar udara untuk memperlancar operasi penerbangan seperti : bangunan terminal penumpang, cargo, bangunan operasi (ruang pilot), menara pengatr lalu lintas udara (ATC Tower), bangunan VIP, meteorologi, SAR, acces road, depo BBM, perkantoaran marka dan rambu. Dan salah satunya ruang Pilot/Briefing Room/yang digunakan oleh awak pesawat dan crew, khusus bagi awak pesawat disediakan suatu ruang yang berfungsi sebagai pemulihan kondisi fisik dan psikis.
c.       Fasilitas Navigasi Penerbangan adalah rambu-ramu/tanda yang dapat memberi petunjuk kepada pesawat udara yang akan berangkat dan terutama yang akan mendarat/landing. Peralatannya terdiri dari : NDB, DVOR, DME, RVR, ILS, RADAR, VHF-DF, DGPS, ADS, SNT, Aerodrome Surface Detection Eqiupment, dan Very Hight Frequency Omni Direactional Range.    
d.      Alat Bantu Navigasi adalah : Penggunaan dan pengoperasian disesuaikannya disesuaikan dengan jenis dan teknologi pesawat terbang yang beroperasi di Indonesia dan saat ini pengembangannya mengacu pada jadwal ICAO untuk implementasi New CNS/ATM .




C.    Kecelakaan Penerbangan
Untuk dapat mengetahui jenis kecelakaan pesawat udara baik incident maupun accident dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.      Air-miss/near-miss adalah keadaan dimana separasi minimal antar peawat udara dilampaui atau yang disebut Break down Of Separation (BOS).
2.      Kerusakan pada bagian pesawat udara, keadaan ini dapat terjadi dilandasan pacu/runway, saat take-off, saat approach atau pendekatan atau en-route.
3.      Kerusakan fatal, kecelakaan yang menyebabkan pewawat udara rusak total, tidak dapat diperbaiki atau total lost.
Sedangkan faktor penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara dapt dibedakan atas :faktor manusia (human), cuaca (weather), tehnik, dan lingkungan (environment), diuraikan sebagai berikut :
1.      Human (H) termasuk crew pesawat (pilot, teknisi, cabin crew), pembuat kebijakan angkutan udara, perancang pesat yang mempengaruhi kondisi yang mengganggu kesehtan, kelelahan (fatigue), alkohol/narkoba, motivasi, perilaku, stress dsb.
2.      Technical (T) meliputi seluruh rancangan fisik pesawat, realisasi pemelharaan peaswat, materi pesawat dan fasilitas navigsai penerbangan.
3.      Environment 9E) merupakan suatu kondisi menyangkut semua aspek yang mempengaruhi kelancaran penerbangan seperti :
a.       Konflik interpersonal,
b.      Suasana ruang kerja (penerangan, kebisikan, suhu/kelembaban),
c.       Lingkungan fisik (kondisi cahaya, permukaan runway).
4.      Weather (W), keadaan cuaca seperti jarak pandang, angin kencang, getaran.
Berdasarkan data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2002 terjadinya kecelakaan pesawat udara sebanyak 14 kali, dan tahun 2003 menurun menjadi 11 kalikecelakaan, untuk tahun 2004 terjadi kecelakaan sebanyak 13 kali kejadian, tahun 2005 naik menjadi 18 kali kecelakaan, dan pada tahun 2006 sebanyak 16 kali kecelakaan pesawat udara. Sedangkan dilihat faktor penyebabnya menunjukkan bahwan faktor penyebab kecelakaan penerbangan yang paling dominan adalah faktor manusia (human) dan technical, dimana pada tahun 2002 penyebab kecelakaan pesawat disebabkan faktor manusia sebanyak 4 kejadian dan penyebab faktor teknis sebanyak 7 kejadian, pada tahun 2003 penyebab aktor manusia sebanyak 2 kejadian dan faktor teknis 5 kejadian, untuk tahun 2004 penyebab faktor manusia sebanyak 4 kejadian dan faktor teknis sebanyak 5 kejadian, dan pada tahun 2005 penyebab faktor manusia 9 kejadian dan faktor teknis sebanyak 1 kejadian, tahun 2006 penyebab faktor manusia sebanyak 9 kejadian dan faktor teknis sebanyak 7 kejadian.
D.     Pendidikan, Perjenjangan dan Persyaratan Pilot
1. Klasifikasi Penerbang
Berdasarkan dengan peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 20  mengenai lisensi terbang, tenaga penerbang diklasifikasikan menurut lisensi yang dimiliki sebagai berikut :
a.       Student Pilot Licence : Pemegang Student Pilot Licence diperkenankan menerima pelajaran praktek terbang dan melakukan terbang dengan maksud meningkatkan keterampilan sehingga mencapai persyaratan standar mendapatkan lisensi yang lebih tinggi atau melakukan terbang dengan maksud memenuhi pesyaratan memperbaharui suatu lisensi yang kadaluwarsa.
b.      Private Pilot Licence (PPL) : Pemegang PPL diperkenankan bertindak sebagai penerbang pemimpin (pilot-in-command) atau penerbang pembantu (co-pilot).
c.       Commercial Pilot Licence (CPL) : Pemegang CPL diperkenankan untuk melaksanakan semua hak dari pemegang PPL disertai:
1)      Memperoleh imbalan sebagai penerbang pemimpin dari setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya dengan berat maksimum 5.700 kg.
2)      Memperoleh imbalan sebagai penerbang pembantu didalam setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya yang perlu dioperasikan dengan seorang penerbang pembantu.
d.      Senior Commercial Pilot Licence (SCPL) : Pemegang SCPL diperkenankan melaksanakan semua hak dari pemegang PPL,CPL dan rating instrument dengan memperoleh imbalan sebagai penerbang pemimpin pada setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya dengan berat maksimum 20.000 kg.
e.       Airline Transport Pilot Licence (ATPL) : Pemegang ATPL diperkenanankan melaksanakan semua hak dari pemegang PPL,CPL dan rating instrument serta memperoleh imbalan sebagai penerbang pemimpin dari setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya. Persyaratan pemegang ATPL tersebut sama halnya dengan persyaratan sebagai pemegang SCPL namun dengan demikian untuk memeperoleh ATPL harus berkedudukan sebagai kapten pilot.
2. Persyaratan memperoleh lisensi penerbang
      Sebagaimana dituangkan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) atau Peraturan Keselamatan Penerbang Sipil Bagian 20 adalah sebagai berikut :
a.      Student Pilot Licence
b.      Private Pilot Licence
c.       Commercial Pilot Licence
d.      Senior Commertial Pilot Licence
e.       Airline Transport Pilot Licence
3.  Pendidikan formal penerbang
      Pendidikan dan latihan penerbang terdapat dibeberapa kota besar di Pulau Jawa yaitu di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta. Lembaga diklat penerbangan yang menyelenggarakan pendidikan penerbangan meliputi : PLP Curug di Tangerang, Juanda Flying School di Surabaya, Dearaya Flying School di Bandara Halim Perdanakusuma, Akademi Angkutan Udara, Pusdikbang Garuda di Jakarta.
4.Tata cara penerbang dalam menjalankan tugas
      Para penerbang yang telah dibekali penguasaan instrument dan pengoperasian pesawat selama pendidikan, menjalankan tugasnya sebagai berikut :
a.       Tahap persiapan Penerbangan (Pre Fliht Preparation)
b.      Tahap Keberangkatan
c.       Tahap Terbang Jelajah (Enroute Flight)
d.      Tahap Kedatangan
E. Human Factor
      Human factor yang dimaksud dalam kajian ini adalah pilot, dan pengoperasian pesawat selama pendidikan, menjalankan tugasnya sebagai berikut :
a.       Pilot (Penerbang) dapat melaksanakan penerbangan dengan status yaitu :
1)      Instrument Flight Rules (IFR), ketentuan dan aturan bagi penerbangan yang terbang secara atau mengacu pada fasilitas instrument di cockpit.
2)      Visual Flight Rules (VFR), ketentuan dan aturan bagi penerbangan yang terbang secara visual (melihat langsung situasi diluar pesawat atau cokpit).
b.      Selama terbang, Pilot/penerbang harus :
1)      Mengikuti Air Traffic Control Clearance, yaitu otorisasi atau ijin yang diberikan oleh Unit Air Traffic Control (Pemandu Lalu Lintas Udara) kepada Pilot Penerbang untuk terbang menuju suatu situasi atau kondisi tertentu;
2)      Mengikuti Aerodrome Traffic Circuit yaitu bagian atau rute tertentu yang harus diterbangi oleh pesawat yang beroperasi disekitar bandar udara;
3)      Mempunyai wewenang mengambil keputusan/tindakan untuk keamanan dan keselamatan penerbangan;
4)      Bertanggungjawab langsung untuk  dan mengambil keputusan terakhir atas pengoperasian pesawat udara;
5)      Dalam keadaan darurat yang memerlukan tindakan segera, pilot dibolehkan menyimpang dari peraturan yang terkait dengan keadaan darurat;
6)      Setiap melakukan penyimpanan seperti tersebut diatas, pilot membuat laporan tertulis kepada pemimpin/manajemen maskapai penerbang.

Human factor (Pilot) dalam penyebab kecelakaan pesawat udara diantaranya dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja pilot antara lain :
1.      Fisik : Berkaitan dengan kondisi pilot maka kesalahan ata error pada seorang pilot dapat terjadi salah satunya karena mengalami fatigue. Fatigue meruapakan pengurangan keadaan fisik dan mental sebagai hasil dari tidak sempurnanya fisik dan emosional yang dapat mengurangi hampir semua kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan reaksi, koordinasi, pengambilan keputusan dan keseimbangan. Faktor ini merupakan masalah serius dalam dunia penerbangan,
Microsleeps : Fatigue ini tentu sangat mengganggu jika dialami oleh personil penerbangan yang berada di pesawat udara, hal ini tentu dapat memicu terjadinya kecelakaan pesawat udara. Untuk menanggulangi bahaya kecelakaan pesawat udara, pada waktu penerbangan terkait dengan kondisi kesehatan awak pesawat udara, maka pemerintah telah membentuk suatu unit pengujian kesehatan personil penerbangan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Direktorat Keselamatan Penerbangan, sesuai SKEP.Menteri Perhubungan No.SK 38/OT.002.Phb-83 tanggal 1 Nopember 1983.
2.      Psikis : Merupakan suatu keadaan (kondisi) dari seorang yang tidak dapat menerima keadaan karena dipengaruhi suatu tekanan yang tidak dapat diterima seperti tekanan lingkungan kerja, beban kerja yang tidak sesuai dengan keinginannya sehingga psikis orang tersebut tidak mampu untuk menerima beban yang berat mengakibatkan terjadinya penyimpangan perilaku yang tidak semestinya dan dapat membahayakan orang lain.

3.      Sistem Manajemen Perusahaan, melputi :
·         Jadwal Penerbangan : Jadwal penerbangan pilot yang telah ditentukan/diatur oleh pihak perusahaan penerbangan (operator) harus berdasarkan ketentuan atau aturan baik nasional maupun internasional.
·         Salary : Salary/gaji merupakan salah satu masalah bagi pilot karena dengan alasan bahwa pihak perusahaan penerbangan banyak mengeluarkan biaya-biaya produksi.
·         Kebijakan Penghematan BBM : Terkadang pihak manajemen perusahaan memberikan kebijakan yang menyangkut penghematan bahan bakar minyak (BBM) dalam penerbangan.
·         Penghargaan : Merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang apabila orang tersebut telah melaksanakan pekerjaan yang diembannya dengan baik.
·         Reward and Punishments : Penerapan pemberian sanksi atau penghargaan sangat diperlukan bagi pembuat keputusan atau pembuat kebijakan.
4.      Lingkungan/Budaya
Lingkungan/budaya kerja pilot secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat keselamatan penerbangan.
5.      Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kelancaran, keamanan dan keselamatan penerbangan, dimana kecelakaan pesawat udara yang terjadi.






BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI
A.    Pendekatan Model SHELL dalam Kinerja Pilot
Dari hasil penyebaran kuesioner terhadap pilot-pilot dari enam perusahaan yaitu Garuda Indonesia, Merpati Airline, Batavia Air, Lion Air, Sriwijaya Air dan Mandala Air melalui pendekatan model SHELL dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Hubungan Pilot dengan Unsur Software
            Berdasarkan pengolahan data opini pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan dengan unsur software diperoleh hasil sebagai berikut :
bahwa pilot tidak mempunyai kendala dengan unsur software hal tersebut ditujukan dengan pemahaman yang baik terhadap standar, mikanisme maupun prosedur dalam menjalankan profesi sebagai pilot, dan kesesuaian terhadap simbol ( perangkat lunak) dalam pengoprasian pesawat.
2. Hubungan pilot dengan unsur hardware
            Berdasarkan pengolahan data opini pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan pilot dengan unsur hardware diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa pilot tidak mempunyai kendala dengan unsur hardware hal tersebut ditujukan dengan kesesuaian terhadap peralatan yang digunakan dalam cokcpit pesawat dan kesesuaian terhadap kenyamanan konfiguarasi cockpit selam mengoperasikan pesawat.
3. Hubungan pilot dengan unsur liveware
            Berdasarkan pengolahan data opini pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan pilot dengan unsur liveware diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa pilot tidak mempunyai kendala dengan unsur liveware hal tersebut ditunjukan dengan kesesuaian dalam berkomunikasi dengan reka kerja selama melakukan kerja dan kesesuaian dalam hubungan dengan manajemen perusahaan.
4. hubungan pilot denan unsujr environtment
Berdasarkan pengolahan data opini pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan pilot dengan unsur environtent diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa pilot tidak mempunai kendala dengan unsur environment hal tersebut ditujukan dengan kesesuaian terhadap suhu ruang cockpit selama melakukan tugas penerbangan dan dengan lingkung sekeliling cockpit yang mennjang dalam konsentrasi penerbangan.

            Dari hasil anaisis melaui pendekatan model SHELL dari pemahaman atau kesesuiaian pilot dengan masing-masing unsur tersebut menunjukan hasil sebagai berikut :
1. Kesesuaian pilot dengan unsur software yang diwakili variabel standar, meknisme maupun prosedur dalam menjalankan profesi serta variabel kesesuaian terhadap simbol (perangkat lunak) dalam pengopersaian pesawat diperoleh hasil 28% pilot cukup memahami dan 72% pilot sangat baik dalam memahami unsr software tersebut.
2. Kesesuaian pilot dengan unsur hardware yang diwakili variabel perlatan yang digunakan dalam cockpit pesawat dan varabel kenyamanan konfigurasi cockpit diperoleh hasil 24% pilot cukup nyaman dengan unsur hardware 76% pilot sangan merasa nyaman dengan unsur hardware tersebut.
3. Kesesuaian pilot dengan unsur liveware yang diwakuli variabel komunikasi denga rekan kerja ddan variabel hubungan denga manajemen perusahaan diperoleh hasil 12% pilot cukup baik dalam kesesuaian dengan unsur liveware dan 88% sangat baik dalam kesesuaian dengan unsur liveware tersebut.
4. Kesesuaian pilot dengan unsur environment yang diwakili variabel suhu ruang cockpit dan variabel kondisi sekeliling cockpit diperoleh hasil 12% pilot cukup nyaman dengan kedua unsur environtment tersebut dan 88% pilot sangat nyaman dengan unsur environment tersebut.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Kinerja Pilot
            Pengolompokan faktor-faktor yang mempengaruhi kenerja pilot mempengaruhi kinerja pilot melalui kategori pengaruh fisikis, sistem manajemen dan komunikasi diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Faktor fisik : Pengelompokan berdasarkan faktor fisik antara lain dilihat dari segi waktu istirahat yang dipergunakan pilot frekuensi terbang yang dijadwalkan manajemen perusahaan penerbangan dan frekuensi cek kesehatan yang diterapkan oleh menajemen perusaan penerbangan. Untuk melihat pengaruh ketiga unsur yang mempengaruhi fisik tersebut dapa dilihat dalam diagram batang berikut :
            Dari diagram batang diatas waktu istirahat yang selama ini dipergunakan oleh pilot sudah memenuhi kondisi fisik, artinya tidak mempengaruhi tingkat kelelahan fisik pilot, manajemen perusahaan penerbangan sudah memberikan waktu istirahat yang cukup bagi pilot selama melakukan tugasnya sehingga tidak mengganggu kelelahan fisik dalam menjalankan tugasnya, hal trsebut ditujukan dari 82% jawaban pilot yang menyatakan bahwa kebutuhan waktu istirahat sudah terpenuhi, sedangkan sisanya 16% menyatakan kebutuhan pilot belum terpenuhi, dalam pengaturan jadwal terbang dari perusahaan pilot mersakan bahwa pengaturan jadwal terbang selama ini sudah mempertimbangkan kondisi fisik pilot sehingga tidak sampai mempengaruhi fatigue kelelehan fisik yang akan berpengaruh pada inerja pilot demikian halnya dengan cek kesehatan yang selama ini telah dilakukan dan sudah memenuhi kebutuhan fisik pilot selama akan menjalankan tugasnya. Dapat disimpulakan bahwa faktor-fakotr yang mempengaruhi fisik pilot dengan melihat dari kecukupan waktu istirahat frekuensi terbang maupun cek keseahatan telah terpenuhi sehingga tidak sampai berakibat kepada kelelahan fisik yang akan menggagu kinerja pilot selama melakukan tuganya.
2. Faktor Psikis : yang termasuk dalam kategori faktor fisiskis dalam hal ini antara lain tekanan pekerjaan yang berakibat kpda kondisi emosional, tekanan pekerjaan yang berakibat kepada gangguan tidur, beban tanggung jawab dalam menjalani profesi sebagai pilot, mengingat pilot terhadap bidang pekerjaannya dan kedisiplinan pilot terhadap sistem dan prosedur dalam menjalankan tugasnya. Dari hasil penyebaran kuisioner untuk menggali opini terhadap kelima unsur yang terkait dengan pengaruh fisikis dapa dilihat dalam diagram batang dibawah ini.
            Faktor fisiksis dilihat dari tekanan pekerjaan yang mempengaruhi kondisi emosional rata-rata pilot menunjukan kondisi emosional relatif stabil dari tekanan pekerjaannya, dan tidak berpengaruh terhadap aktifitas istirahat dimalam hari (tidur) namun ada 13% pilot yang masih mersakan bahwa tekanan pekerjaan mempengaruhi aktifitas istirahat dimalam hari (tidur) besarnya tanggung jawab yang diemban, pilot berpendapat bahwa beban tanggung jawab yang diemban cukup berat hal tersebut ditujukan dari 68% mengatakan bahwa beban tanggung jawab cukup berat 18% mengatakan sangat berat dan hanya 13% mengatakan bahwa beban tanggung jawab pilot cukup ringan. Dari kinat pekerjaan rata-rata pilot sangat menyukai profesinya sebagai pilot dan selalu menjalankan tuganya sesuai dengan sistem dan prosedur yang telahditetapkan.
3. Sistem Manajemen : Sistem manajement dalam pengaruhnya terhadap kinerja pilot dilihat anatara lain daripengaruh jadwal terbang, lama waktu istirahat yang disediakan, salary yang diberikan, cek profisiensi keterampilan,kebijakan efisiensi perusahaan, jenjang karir dan pemberian penghargaan terhadap profesi pilo. Dari hasil jawaban opini pilot terhadap unsur-unsur sistem manajemen tersebut dapat dilihat dari diagram dibawah ini.
            Dari hasil opini pilot tersebut dilihat dari pengaturan jadwal terbang oleh perusahaan penerbangan sudah disesuaikan dengan kondisi fisik pilot sehingga tidak sampai berpengaruh kepada kelelahan akibat padatnya  jadwal terbang. Demikian juga dengan kebijakan perusahaan dalam penyediaan waktu istirahat, kompensasi/salary, cek profisiensi ketarampilan, kebijakan dalam peningkatan kinerja, jenjang karir serta penghargaan terhadap profesi pilot menunjukkan bahwa pilot tidak mempunyai kendala dalam kebijakan perusahaan terhadap hal tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen yang telah diterapkan dalam menunjang kinerja pilot tidak menjadi hambatan atau kendala pilot selama menjalankan tugasnya.

4. Faktor Komunikasi : Faktor komunikasi dalam pengaruhnya terhadap kinerja pilot antara lain dilihat dari komunikasi pilot terhadap tim kerja (co-pilot), komunikasi pilot dengan ATC, komunikasi pilot dengan manajemen perusahaan dan komunikasi pilot dengan keluarga. Dari hasil opini pilot diperoleh hasil seperti diagram berikut.
            Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa komunikasi pilot terhadap tim kerja (co-pilot) 76 % pilot menyatakan bahwa hubungan terjalin dengan baik, sisanya 24 % cukup baik dan tidak ada pilot yang mempunyai kendala dalam menjalin komunikasi dengan tim kerja-nya (co-pilot). Untuk komunikasi pilot dengan petugas ATC ada 13 % pilot menyatakan mempunyai hambatan dalam melakukan komunikasi kerja dengan petugas ATC, sisanya 42 % menjalin komunikasi cukup baik dan 45 % menjalin komunikasi dengan sangat baik. Komunikasi  pilot dengan lingkungan manajemen perusahaan menunjukkan 34 % sangat baik dalam menjalin komunikasi, 47 % cukup baik dan 18 % masih terdapat kendala dalam menjalin komunikasi dengan rekan-rekan dilingkungan manajemen perusahaannya. Sedangkan komunikasi pilot dengan keluarga 71 % pilot menyatakan bahwa kondisi keluarga akan mempunyai pengaruh terhadap kinerja pilot dan sisanya 29 % menyatakan bahwa kondisi keluarga tidak akan berpengaruh terhadap kinerja pilot.


C. Incident Accident Pesawat Udara
`           Perkembangan kecelakaan penerbangan dapat dilihat pada data diatas (Bab III), dimana terlihat jumlah kecelakaan dari tahun  2002 sebanyak 14 kecelakaan, tahun 2003 sebanyak 11  kejadian, tahun 2004 bertambah menjadi 14 kali kejadian, tahun 2005 bertambah menjadi 18 kali kecelakaan dan tahun 2006 sebanyak 16 kecelakaan. Pada umumnya penyebab kecelakaan pesawat udara tersebut yang paling dominan disebabkan oleh human factor/kesalahan manusia, diikuti oleh faktor teknis, dan kondisi cuaca yang buruk terutama di Indonesia bagian Timur.
            Pada tiga bandar udara yang dilakukan survei yaitu Bandar Juanda Surabaya, Bandara Hasanuddin Makassar, dan Bandar Polonia Medan, data kecelakaan yang diperoleh menyimpulkan berbagai sebab atas terjadinya kecelakaan tersebut diantaranya :
Pilot tidak melakukan kontak dengan petugas tower; ATC lambat memberikan instruksi kepada pilot: Terjadi kerusakan pesawat udara pada saat mendarat/landing; Pesawat udara tergelincir keluar landasan pada saat mendarat disebabkan cuaca buruk; Penyimpanan oleh pilot terhadap VFR Flight.
            Penyebab kecelakaan yang terjadi, bila dianalisa lebih lanjut tidak terlepas dari peran seorang pilot yang meng-awaki pesawat udara tersebut. Berbagai sebab dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan pilot terutama pada saat penerbangan, diantaranya adalah kondisi keluarga, kondisi kesehatan, hubungan kerja antara pilot dengan manajemen perusahaan dan antara pilot dengan rekan kerja, rasa kekecewaan atas kebijakan manajemen perusahaan, hubungan komunikasi yang kurang baik dengan rekan kerja (co-pilot) atau dengan pemandu lalu lintas udara (petugas ATC) dan sebab-sebab lainnya.
            Untuk mencapai/memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat udara baik accident maupun incident. Hal tersebut perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi kejiwaan pilot/co-pilot. Menyangkut hal tersebut diatas adalah mengupayakan : Manajemen perusahaan yang lebih fair; Tingkat penghasilan yang lebih baik; Peningkatan kesehatan pilot yang lebih baik sesuai peaturan yang berlaku; Aturan terbang yang dilaksanakan sesuai peraturan; Waktu istirahat didarat dimanfaatkan seoptimal mungkin; Hubungan emosional yang lebih baik dengan keluarga; Menjalani hubungan komunikasi yang lebih baik, antara pilot dengan ATC dengan cara : perbaikan/penggantian peralatan yang kurang baik dan penumpang tidak mengakibatkan telepon genggam dan lain-lain.
            Upaya tersebut diatas diharapkan dapat meningkatkan kineja pilot pada saat bertugas di udara, yang tentunya berdampak dalam mengurangi jumlah kecelakaan yang disebabkan human faktor dimana dalam kondisi darurat apapun pilot akan melakukan suatu tindakan yang bagi keselamatan penerbangan.
D. Langkah-langkah Dalam Meningkatkan Kinerja Pilot
            Membuat schedule/jadwal penerbangan bulanan, dengan rute yang berbeda-beda dan manajemen jangan merubah schedule secara mendadak; setelah menjalankan duty multy days diberikan libur satu hari atau waktu istirahat dihitung berdasarkan jam istirahat bukan hari atau disesuaikan dengan CASR; perhari maximun 4 kali landing untuk siang hari, dan 2 kali landing untuk malam hari; memperhitungkan kondisi lalu lintas khususnya di Jakarta dengan mempertimbangkan kemacetan; perlu adanya fasilitas keselamatan dan jaminan hari tua; Sebaiknya konpensasi untuk kesejahteraan sedikit dibawah negara tetangga Malaysia/seperti P.T GIA atau dengan mempertimbang lama bekerja pada perusahaan dan kondisi idealnya supaya pilot disesuaikan dengan keadaan pasar yang ada, walaupun ada perbedaan tidak terlalu jauh; Setidaknya mengikuti pasaran salary yang ada/PT. GIA atau disesuaikan dengan salary di negara-negara regional atau akan baik bila tingkat salary sesuai/pendapatan dibawah standar akan mengurangi kinerja; Perbaikan peralatan di kesehatan penerbangan yang sering rusak; Mengutamakan keselamatan/Safety first, kemudian ekonomical flight;
            Agar kerjasama antara manajemen dengan operasional; ground time sangat singkat, mempengaruhi OTP; Agar kesejahteraan dipenuhi sehingga beban pekerjaan terfokus tidak memikirkan hak-hak lain, dimana secara emosional mempengaruhi pekerjaan; Menyediakan akomodasi yang sesuai; Untuk penerbangan malam, sebaiknya tidak diganggu dengan jadwal terbang yang dimajukan jamnya sehingga waktu istirahat pada siang hari tidak terganggu; Pilot sebaiknya mengurusi kepilotan saja tidak prlu diikutkan mengurusi penumpang; Perlu pengaturan yang lebih baik, karena selma ini perusahaan tidak jelas contoh yang sudah bagus PT. GIA; Mempertimbangkan lama bekerja profesionalitas dan untuk menunjang profesionalisme tersebut sebaiknya keluarga dijamin oleh perusahaan terutama masalah kessehatan serta memberikan ijin untuk kepentingan keluarga yang bersifat mendesak;
Untuk Upgrading dalam karier terkesan berhenti, karena disesuaikan dengan kebutuhan dan bila ada sekolah untuk type pesawat baru diperhatikan yang yunior/upgrading yunior masih terhalang oleh senior. Perusahaan seharusnya memberikan penghargaan jkepada pilot yang membantu memperlancar opersional atau ada reward bagi yang berprestasi; Radar control diperbaiki/ditambah repeater dan akan terjadi komunikasi kurang baik, perbaikan kualitas frekwensi, radio transmiter dari ATC kurang kuat atau kadang terhambat oleh signal radio; Berbicara dengan nada yang pelan dan jelas, perlu diperbanyak repeater-repeater agar blackspot tidak ada; Perlu waktu untuk selalu ada “meeting” antara ATC dan pilot; pada daerah-daerah yang dalam perusahaan yang kadang tidak sinergi; setiap pilot harus berpegang pada standar prosedur baku yang berlaku dalam keadaan normal maupun darurat;
KESIMPLAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
            Kesimpulan dari pengkajian pengaruh hunan faktor (pilot) dalam penyebab kecelakaan penerbangan sipil di Indonesia dapat diuraikan berikut:
1.         Dari hubungan SHELL menunjukkan prioritas :
            Environment (22 %), dimana kenyamanan suhu ruang dalam kockpit pesawat udara dan konsentrasi penerbangan sudah cukup baik, Hardware (19 %), dimana kesesuain peralatan yang digunakan dalam cockpit pesawat udara dan kenyamanan konfigurasi cockpit pesawat udara sudah cukup baik, software (18 %), dimana kesesuaian standar, mekanisme dan prosedur dalam menjalankan profesi sebagai pilot serta perangkat lunak dalam pengoperasian pesawat sudah bagus, Liveware (17,5 %), dimana hubungan komunikasi dengan rekan kerja cukup baik.

2.         Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot dari hasl pertanyaan terbuka meliputi:
ü  Sotftaware/kebijakan perusahaan penebangan yaitu :Standar prosedur yang harus dilakukan piot cukup baik, frekuensi Chek kesehatan cukup baik, Salary kurang memuaskan, Istirahata yang disediakan sudah sesuai, Pengaturan jadwal penerbangan sesuai fisik dan psikis:
ü  Hardware/peralatan : Cek Profisiensi keteramplan sudah memenuhi:
ü  Environment/lingkungan/kenyamanan yaiut : Sistem manajemen perusahaan tidak mempengaruhi kinerja Pilot, Kondisi emsional dalam tekanan sehari-hari stabil, Tekanan pekerjaan tidak mempengaruhi gangguan tidur, kebijakan perusahaan dalam pengatran jadwal terbang pilot tidak berpengaruh terhadap kondisi fisik, Tanggung jawab yang di emban sedang, Kebijakan perusahaan dalam proses peningkatan jenjang karir cukup baik, penghargaan persahaan terhadap profesi pekejaan cukup baik, kondisi keluarga berpengaruh dalam pekerjaan, profesi pekerjaan sudah sesuai dengan minat dan bakat:
ü  Liveware/co pilot yaitu:hubungan komunikasih dalam suatu team work (co pilot) dalam penerbangan baik;liveware/rekan kerja/keluarga yaitu:Tidak pernah/kadang-kadang adanya hambatan komunikasi dengan petugas ATC, Hubungan kerja antara petugas/pegawai cukup baik
B.     Saran
1.      Agar ada perlindungan hukum bagi pilot maupun ATC dalam melaksanakan tugas untuk menjaga keselamatan penerbangan sesuai dengan Annex 13 ICAO;
2.      Memanfaatkan briefing room yang terseda untuk para Pilotyang selama ini lebih banyak digunakan oleh para FOO untuk membahas permasalahan yang ditemui pada opeasional di lapangan ;
3.      Agar pilot melaksanakan tugasnya sesuai regulasi dan ketentuan yang berlaku dalam mematuhiinstruksi ATC dan mematuhi rambu-rambu LLU;
4.      Agar mengutamakan keselamatan penerbangan/safety first perusahaan penerbangan emperhatikan hal-hal yang dapat mempengarhi kinerja pilot dianaranya salary.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Acraft Type and Air Worhtiness Certification , ICAO, CASR part 36
2.      Certification and Operating Requirment for Commuter and Charter Air carries, ICAO, CASR part 121;
3.      Certification and Operating requirmen for Pilot School, ICAO, CASR  part 141
4.      Keamanan dan Keselamatan penerbangan, Peraturan pemerintah Nomor 3 tahun 2001;
5.      Licensng Of Pilot and flight Instucture for Pilor School, ICAO, CASR part 61;
6.      Penerbangan, undang-undang nomor 15 than 1992;
7.      Sertifikasi kesehatan personil penebangan, surat keputusan direktorat jendeal perhubungan Udara SKEP. Nomor 62/V/2004;
8.      Tata cara pemeriksaan kesehatan penyakit jantung koroner pada penerbang dan juru mesin pesawat udara,Sura keputusan Direktorat jenderal Perhubungan Udara SKEP. Nomor 180/VII /tahun 2006;