KASUS
PENGKAJIAN KINERJA PILOT DALAM MENUNJANG KESALAMATAN PENERBANGAN
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kondisi
angkutan udara dewasa ini mengalami banyak perubahan yang signifikan sehingga
banyak kebijakn-kebijakan dan praktek pembinaan yang dipakai untuk mengatur
perkembangan industri angkutan udara selama decade yang lalu dan sekarnag ini
tidak sesuai sehingga tidak dapat lagi digunakan untuk menghadapi situasi dan
kondisi dunia yang sedang berubahsecara global dimana kompetisi penerbangan saat
ini tampak sebagai upaya menuju efisiensi.
Dalam
rangka menghadapi tantangan dan sekaligus peluang pada lingkup Internasional
akibat dari perdagangan bebas dan kebijakan nasional dalam pelaksanaan otonomi
daerah, dimana pemerintah dalam meningkatkan kinerja tranportasi udara telah
melakukan deregulasi terhadap peraturan-peraturan yang membatasi ruang gerak
industri transportasi udara antara lain , dengan mengeluarkan keputusan menteri
perhubungan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi
Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas
Ekonomi dan Keputusan Menteri Perhubungan No 9 Tahun 2002 tentang Tarif
Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi serta
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 24 tahun 2008 tentang Penyelanggaran
Angkutan Udara. Dari kebijakan-kebijakan tersebut diatas diharapkan dapat
memberikan dorongan dalam uapya menghadapi era liberalisasi yang tidak dapat
dibendung lagi. Namun demikian ditengah meningkatnya bisnis angkutan udara
dewasa ini mempunyai penmgaruh terhadap keselamatan penerbangan yang ditandai
dengan semakin banyaknya kecelakaan yang terjadi.
Dari
sederat kejadian kecelakaan pesawat udara yang terjadi, kiranya dapat ditarik
suatu garis merah bahwa jatuhnya pesawat udara tersebut menurut FAA (Federal
Aviation Administration) terdapat tiga faktor penyebab kecelakaan yaitu faktor
cuaca sebesar 13,2 %, armada (pesawat udara) yang digunakan sebesar 27,1 %, dan
manusia (human) sebesar 66 %. Faktor manusia memang potensial menjadi pemicu
penyebab kecelakaan dan dan ada beberapa hal melatarbelakangi antara lain
kesalahpahaman, kelelahan mental, kurang pengalaman, dan masalah budaya. Dari
faktor manusiapun dapat ditarik beberapa hal yang menjadi mata rantai dari
faktor kesalahan seperti tingkat kedewasaan seorang pilot dan Kopilot pada saat
mengalami suatu keadaan yang tidak diinginkan secara tiba-tiba. Seorang Pilot
dengan jam terbang yang tinggi cenderung terbiasa menghadapi keadaan gangguan
mesin secara tiba-tiba, disamping itu juga faktor lingkungan Pilot ikut
menentukan sikap perilaku Pilot itu.
Dalam
industri penerbangan konsep SHELL (Softtware, Hardware, Environment,
Liveware-Liveware) selalu diperhitunghkan dimana faktor manusia sekarang bukan
semata-mata Pilot, akan tetapi mulai dari perancangan pesawat terbang, pembuat
tatalaksana operasional penerbangan, pengelola operasi penerbangan, dan penyedia
Katering adalah manusia-manusia yang
ikut berperan dan bertanggungjawab atas keberhasilan penerbangan yang aman dan
nyaman.
Dilihat
dari kacamata peniliti penyebab kecelakaan pesawat bisa ditinjau berbagai aspek
antara lain dari sisi manusianya, sistem organisasi, teknologi dan budaya.
Faktor manusia menjadi penting untuk dikaji, karena berdasarkan penelitian
selama ini penyebab kecelakaan pesawat udara didunia terjadi akibat faktor
manusia (human faktor) sebesar 66 %. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui
lebih mendalam, perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh human faktor
(pilot) dalam penyebab kecelakaan penerbangan sipil di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Perumusan
masalah dalam kajian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kineja
pilot dalam menunjang keselamatan penerbangan.
C. Maksud dan Tujuan
Maksud
pengkajian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
pilot sebagai salah satu penyebab kecelakaan pesawat dalam penerbangan sipil di
Indonesia. Sedangkan tujuannya adalah memberikan rekomendasi kepada pihak yang
terkait dalam upaya mengatasi faktor-faktor yang dapat mempengauhi kinerja
pilot dalam melaksanakan tugasnya.
D. Ruang Lingkup
Sesuai
dengan maksud dan tujuan, ruang lingkup dibatasi pada lokasi survei yang
menjadi sampel dari kajian, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Inventarisasi peraturan yang berkaitan
dengan studi;
2.
Inventarisasi jumlah pilot, operator,
dan jenis pesawat;
3.
Inventarisai jumlah kecelakaan dan
faktor penyebab kecelakaan pesawat udara;
4.
Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pilot;
5.
Identifikasi penyebab human faktor
terhadap kecelakaan pesawat udara;
6.
Evaluasi dan analisis kinerja pilot
dalam penyebab kecelakaan pesawat udara;
7.
Rekomendasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pilot dalam penyebab kecelakaan pesawat udara.
BAB II. METODOLOGI
A.
Pola
Pikir
Penelitian merupakan
rangkain proses yang kompleks dan terkait secara sistematik. Tiap tahapan
merupakan bagian yang menentukan bagi tahapan selanjutnya sehingga harus
dilalui secara cermat. Untuk memudahkan dalam memperoleh gambaran penelitian
secara menyeluruh perlu dirumuskan suatu pola pikir yang akan menjadi acuan
dalam penelitian ini, sehingga dapat menjelaskan permasalahan dalam penelitian
ini secara garis besar (menyeluruh), pola pikir dalam kajian ini dapat dilihat
pada gambar 1 dan gambar 2 sebagai alur pikir dalam proses pemecahan
masalahnya. Adapun penjelasan dari pola pikir penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Kondisi eksisting kinerja pilot di
Indonesia
Merupakan gambaran atau profil dari
kinerja pilot di Indonesia pada saat ini, dilihat dari kondisi pilot itu
sendiri, manajemen perusahaan penerbangan yan menaungi para pilot beserta dari
unsur regulator yang terkait dengan kinerja pilot. Dengan melihat kondisi
kinerja pilot saat ini diharapkan dapat sebagai bahan untuk mengevaluasi dan
mengembangkan kinerja pilot yang lebih kondusif dalam menunjang keselamatan
penerbangan.
2.
Tiga
unsur pendekatan penelitian
·
Subyek, yaitu merupakan unsur perilaku
utama yang terlibat dalam permasalahan yang dikaji dalam studi ini, terdiri
dari Pilot, Airlines atau Perusahaan Penerbangan, Federasi Pilot, Bandar Udara
dan Regulator (Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara);
·
Obyek, yaitu unsur permasalahn yang akan
dicarikan solusi pemecahan masalahnya, dimana dalam studi ini adalah kondisi
pilot dilihat dari segi fisik, psikis, sistem manajemen yang meliputi jadwal
terbang yang diberikan kepada pilot, salary yang diterima pilot, kebijakan
penghematan BBM yang ditentukan oleh perusahaan penerbangan, jenjang karir bagi
para pilot, serta penghargaan yang diberikan oleh perusahaan dan melihat pilot
dari faktor komunikasi baik komunikasi pilot terhadap manajemen perusahaan
maupun komunikasi yang terkait dengan bidang pekerjaan pilot
(co.pilot,petugasATC), lingkungan/budaya; dan
·
Metode, yaitu unsur teknik yang
digunakan dalam memecahkan permasalahan dimana dalam studi ini menggunakan
model SHELL yang merupakan suatu model yang dipergunakan sebagai pendekatan
dalam mengidentifikasikan human error dalam melakukan tugasnya.
3.
Instrumental
input (landasan hukum) dan pengaruh lingkungan eksternal
Selain dari ketiga unsur pendekatan
tersebut diatas, ada unsur lain yang juga dapat mempengaruhi mempermasalahan
yang dibahas dalam studi ini, yaitu instrumental input, berapa peraturan
perundangan-perundangan yang menjadi landasan hukum dari penelitian ini, dan
pengarh lingkungan eksternal, yaitu lingkungan luar yang terkait atau
berpengaruh terhadap kinerja pilot.
4.
Umpan
balik (feed-back)
Umpan balik (feed-back) diperlukan untuk mengetahui berbagai kendala dan
permasalahan yang dihadapi, sehingga proses perumusan pemecahan masalah dapat
berjalan, yang selanjutnya akan dihadapkan butir-butir hasil (output dan
outcome) yang diharapkan dari studi ini.
5.
Hasil
yang diharapkan (output dan outcome)
Hasil yang dharapkan dari studi ini adalah
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pilot dalam penyebab
terjadinya human factor dalam kecelakaan penerbangan, dan sebagai outcme-nya
adalah kinerja pilot yang menunjang keselamatan dalam dunia penerbangan di
Indonesia.
B.
Metode
Pengumpulan dan Pegolahan Data
1.
Pengumpulan Data : Pengumpulan data merupakan
prosedur untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data dalam pengkajian
ini dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara, dengan pertimbangan
semua informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan akurat dan lengkap.
2.
Penetapan Sampel : Metode Sampling yang
paling tepat untuk pengumpulan data/informasi adalah convenience samplin
mengingat bahwa karakteristik dan ukuran
populasi dalam terdefinisikan secara lengkap. Populasi dalam penelitian dalam
ini terdiri dari beberapa segmen dimana setiap segmen mempunyai karakteristik
yang berbeda terutama dari segi tujuannya, segmen-segmen itu adalah :
a. Perusahaan
Penerbangan b. DSKU (Direktorat Sertifikasi Kelaikan
Udara)
c. Federasi Pilot d. Pilot
convenience
sampling bersifat non random dan hanya beberapa segmen saja yang benar-benar
bersifat sampel dalam hal ini adalah pilot. Segmen lainnya ditetapkan dengan
pertimbangan bahwa individu-individu tertentu saja yang cukup representatif
untuk dapat dijadikan sumber informasi yang akurat.
3.
Pengolahan Data : Teknik pengolahan data
pada pengkajian ini akan menggunakan pendekatan dengan model SHELL. Adapun
tahapan dalam pengolahan data pertanyaan tertutup meliputi :
a) Klasifikasi
data yaitu mengidentifikasi jenis jawaban yang memiliki karakteristik yang sama
dan menyusunnya kedalam kelompok atau kelas.
b) Kompilasi
yaitu menggabungkan seluruh jawaban kedalam format tabulasi data dengan
mengkuantitatifkan data kualitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner
sehinga nantinya data tersebut dapat dianalisis.
c) Komputasi
yaitu memasukkan data yang telah dikompilasi kedalam komputer dan dilakukan
perhitungan sederhana.
Sedangkan
data yang diperoleh dari pertanyaan terbuka yaitu berupa keluhan, komentar dan
saran dimasukkan kedalam format sederhana untuk melengkapi analisis yang
berkaitan dengan kinerja pilot saat ini.
C.
Metode
Analisis
Metode
analisis yang dipergunakan dalam kajian ini adalah dengan pendekatan model
SHELL, yaitu model pendekatan terhadap
kesalahan manusia (human error) dalam melakukan tugasnya. Unsur-unsur didalam
model SHELL ini antara lain adalah software, hardware, environment dan
liveware. Semua unsur tersebut kemudian dipadukan dengan unsur manusia yang
dijadikan obyek untuk dianalisa.
Pendekatan lainnya adalah dengan
melalui pengkajian kinerja pilot dari berbagai airline dan pendekatan analisis
lainnya yaitu dengan studi Literatur yang menunjang dengan kinerja pilot.
Analisa dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan interpretasi hasil
pengolahan data.
BAB
III.GAMBARAN UMUM
A. Kebijakan Penerbangan
Peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangkajian ini atau penerbangan
diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Undang-undang 15 tahun 1992 tentang
Penerbangan, pada Bab VII Keamanan
dan Kesalamatan Penerbangan,
2.
Perauran Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, pada Bab VII Personil dan Kesehatan
Penerbangan,
3.
Keputusan Menteri Perhubungan No.
SK/OT.002/Phb-83 tanggal 1 Nopember 1983 tentang Unit Penguji Kesehatan
Personil Penerbangan, pelayanan yang dilaksanakan,
4.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara Nomor; SKEP/62/V/2004 tanggal 28 Mei 2004 tentang Sertifkasi Kesehatan
Personil Penerbangan pada Bab II Jenis dan Massa Berlaku Sertifikat Kesehatan,
B. Sarana dan Prasarana Bandar Udara
Berdasarkan
Keputsan Menteri Perhubungan No. 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebanarudaraan
Nasional, tercatat 187 Bandar Udara sebagai prasarana pendukung dalam kegiatan
angkutan udara yang dilengkapi berbagai fasilitas. Untuk dapat mengetahui
kondisi sarana dan prasarana yang ada saat ini dapat diuraikan sebagai berikut
:
1. Sarana : adalah
pesawat udara yang digunakan untuk mengangkut penumpang, barang, kargo, dan pos
sampai tujuan. Angkutan udara niaga berjadwal merupakan penerbangan yang
didasarkan pada jadwal waktu kedatangan dan keberangkatan yang tetap dan
teratur serta rute penrbangang yang telah ditentukan. Sedangkan untuk angkutan
udara niaga tidak berjadawal adalah penerbangan berdasarkan permintaan atas
jasa transportasi udara dengan jadwal yang tidak tetap dan tidak teratur serta
rute yang tidak ditentukan. Pesawat udara yang beroperasi pada tahun 2003
sebanyak 145 pesawat, tahun 2004 sebanyak 187 pesawat, 2005 sebanyak 231
pesawat, 2006 sebanyak 211 pesawat dan tahun 2007 sebanyak 221 pesawat.
2. Prasarana :
adalah bandar udara yaitu lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan
lepas landas pesawat udara, naik-turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo
dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan
sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. (PP No. 70 Tahun 2001),
dalam hal ini yang berkaitan dengan kajian antara lain fasilitas pokok
diantaraya :
a. Fasilitas Sisi Udara
: Berupa runway, taxiway dan apron sebagai fasilitas pokok bandara yang
pembangunan dan pengembangannya dissuaikan dengan ketentuan-ketentuan
internasional, khususnya yang menyangkut keselamatan penerbangan.
b. Fasilitas Sisi Darat
: Berupa gedung yang dipergunakan pengguna jasa dibandar udara untuk
memperlancar operasi penerbangan seperti : bangunan terminal penumpang, cargo,
bangunan operasi (ruang pilot), menara pengatr lalu lintas udara (ATC Tower),
bangunan VIP, meteorologi, SAR, acces road, depo BBM, perkantoaran marka dan
rambu. Dan salah satunya ruang Pilot/Briefing Room/yang digunakan oleh awak
pesawat dan crew, khusus bagi awak pesawat disediakan suatu ruang yang
berfungsi sebagai pemulihan kondisi fisik dan psikis.
c. Fasilitas Navigasi Penerbangan
adalah rambu-ramu/tanda yang dapat memberi petunjuk kepada pesawat udara yang
akan berangkat dan terutama yang akan mendarat/landing. Peralatannya terdiri
dari : NDB, DVOR, DME, RVR, ILS, RADAR,
VHF-DF, DGPS, ADS, SNT, Aerodrome Surface Detection Eqiupment, dan Very Hight
Frequency Omni Direactional Range.
d. Alat Bantu Navigasi
adalah : Penggunaan dan pengoperasian disesuaikannya disesuaikan dengan jenis
dan teknologi pesawat terbang yang beroperasi di Indonesia dan saat ini
pengembangannya mengacu pada jadwal ICAO untuk implementasi New CNS/ATM .
C. Kecelakaan Penerbangan
Untuk
dapat mengetahui jenis kecelakaan pesawat udara baik incident maupun accident
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.
Air-miss/near-miss
adalah keadaan dimana separasi minimal antar peawat udara dilampaui atau yang
disebut Break down Of Separation
(BOS).
2.
Kerusakan pada bagian pesawat udara,
keadaan ini dapat terjadi dilandasan pacu/runway,
saat take-off, saat approach atau pendekatan atau en-route.
3.
Kerusakan fatal, kecelakaan yang
menyebabkan pewawat udara rusak total, tidak dapat diperbaiki atau total lost.
Sedangkan
faktor penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara dapt dibedakan atas :faktor
manusia (human), cuaca (weather), tehnik, dan lingkungan (environment),
diuraikan sebagai berikut :
1.
Human (H) termasuk crew pesawat (pilot,
teknisi, cabin crew), pembuat kebijakan angkutan udara, perancang pesat yang
mempengaruhi kondisi yang mengganggu kesehtan, kelelahan (fatigue),
alkohol/narkoba, motivasi, perilaku, stress dsb.
2.
Technical (T) meliputi seluruh rancangan
fisik pesawat, realisasi pemelharaan peaswat, materi pesawat dan fasilitas
navigsai penerbangan.
3.
Environment 9E) merupakan suatu kondisi
menyangkut semua aspek yang mempengaruhi kelancaran penerbangan seperti :
a.
Konflik interpersonal,
b.
Suasana ruang kerja (penerangan,
kebisikan, suhu/kelembaban),
c.
Lingkungan fisik (kondisi cahaya,
permukaan runway).
4.
Weather (W), keadaan cuaca seperti jarak
pandang, angin kencang, getaran.
Berdasarkan
data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2002 terjadinya kecelakaan pesawat
udara sebanyak 14 kali, dan tahun 2003 menurun menjadi 11 kalikecelakaan, untuk
tahun 2004 terjadi kecelakaan sebanyak 13 kali kejadian, tahun 2005 naik
menjadi 18 kali kecelakaan, dan pada tahun 2006 sebanyak 16 kali kecelakaan
pesawat udara. Sedangkan dilihat faktor penyebabnya menunjukkan bahwan faktor
penyebab kecelakaan penerbangan yang paling dominan adalah faktor manusia
(human) dan technical, dimana pada tahun 2002 penyebab kecelakaan pesawat
disebabkan faktor manusia sebanyak 4 kejadian dan penyebab faktor teknis
sebanyak 7 kejadian, pada tahun 2003 penyebab aktor manusia sebanyak 2 kejadian
dan faktor teknis 5 kejadian, untuk tahun 2004 penyebab faktor manusia sebanyak
4 kejadian dan faktor teknis sebanyak 5 kejadian, dan pada tahun 2005 penyebab
faktor manusia 9 kejadian dan faktor teknis sebanyak 1 kejadian, tahun 2006
penyebab faktor manusia sebanyak 9 kejadian dan faktor teknis sebanyak 7
kejadian.
D. Pendidikan,
Perjenjangan dan Persyaratan Pilot
1. Klasifikasi Penerbang
Berdasarkan dengan peraturan
Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Sipil
bagian 20 mengenai lisensi terbang,
tenaga penerbang diklasifikasikan menurut lisensi yang dimiliki sebagai berikut
:
a. Student Pilot Licence
: Pemegang Student Pilot Licence diperkenankan menerima pelajaran praktek
terbang dan melakukan terbang dengan maksud meningkatkan keterampilan sehingga
mencapai persyaratan standar mendapatkan lisensi yang lebih tinggi atau
melakukan terbang dengan maksud memenuhi pesyaratan memperbaharui suatu lisensi
yang kadaluwarsa.
b. Private Pilot Licence (PPL)
: Pemegang PPL diperkenankan bertindak sebagai penerbang pemimpin
(pilot-in-command) atau penerbang pembantu (co-pilot).
c. Commercial Pilot Licence
(CPL) : Pemegang CPL diperkenankan untuk melaksanakan semua hak dari pemegang
PPL disertai:
1) Memperoleh
imbalan sebagai penerbang pemimpin dari setiap pesawat udara yang dimiliki
ratingnya dengan berat maksimum 5.700 kg.
2) Memperoleh
imbalan sebagai penerbang pembantu didalam setiap pesawat udara yang dimiliki
ratingnya yang perlu dioperasikan dengan seorang penerbang pembantu.
d. Senior Commercial Pilot Licence
(SCPL) : Pemegang SCPL diperkenankan melaksanakan semua hak dari pemegang
PPL,CPL dan rating instrument dengan memperoleh imbalan sebagai penerbang
pemimpin pada setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya dengan berat
maksimum 20.000 kg.
e. Airline Transport Pilot Licence
(ATPL) : Pemegang ATPL diperkenanankan melaksanakan semua hak dari pemegang
PPL,CPL dan rating instrument serta memperoleh imbalan sebagai penerbang
pemimpin dari setiap pesawat udara yang dimiliki ratingnya. Persyaratan
pemegang ATPL tersebut sama halnya dengan persyaratan sebagai pemegang SCPL
namun dengan demikian untuk memeperoleh ATPL harus berkedudukan sebagai kapten
pilot.
2.
Persyaratan memperoleh lisensi penerbang
Sebagaimana dituangkan dalam CASR (Civil
Aviation Safety Regulation) atau Peraturan Keselamatan Penerbang Sipil Bagian
20 adalah sebagai berikut :
a.
Student
Pilot Licence
b.
Private
Pilot Licence
c.
Commercial
Pilot Licence
d.
Senior
Commertial Pilot Licence
e.
Airline
Transport Pilot Licence
3.
Pendidikan formal penerbang
Pendidikan dan latihan
penerbang terdapat dibeberapa kota besar di Pulau Jawa yaitu di Jakarta,
Surabaya dan Yogyakarta. Lembaga diklat penerbangan yang menyelenggarakan
pendidikan penerbangan meliputi : PLP Curug di Tangerang, Juanda Flying School
di Surabaya, Dearaya Flying School di Bandara Halim Perdanakusuma, Akademi
Angkutan Udara, Pusdikbang Garuda di Jakarta.
4.Tata cara penerbang dalam menjalankan tugas
Para penerbang yang
telah dibekali penguasaan instrument dan pengoperasian pesawat selama
pendidikan, menjalankan tugasnya sebagai berikut :
a. Tahap
persiapan Penerbangan (Pre Fliht
Preparation)
b. Tahap
Keberangkatan
c. Tahap
Terbang Jelajah (Enroute Flight)
d. Tahap
Kedatangan
E. Human Factor
Human
factor yang dimaksud dalam kajian ini adalah pilot, dan pengoperasian pesawat
selama pendidikan, menjalankan tugasnya sebagai berikut :
a. Pilot
(Penerbang) dapat melaksanakan penerbangan dengan status yaitu :
1) Instrument Flight Rules
(IFR), ketentuan dan aturan bagi penerbangan yang terbang secara atau mengacu
pada fasilitas instrument di cockpit.
2) Visual Flight Rules
(VFR), ketentuan dan aturan bagi penerbangan yang terbang secara visual
(melihat langsung situasi diluar pesawat atau cokpit).
b. Selama
terbang, Pilot/penerbang harus :
1) Mengikuti
Air Traffic Control Clearance, yaitu
otorisasi atau ijin yang diberikan oleh Unit Air Traffic Control (Pemandu Lalu Lintas Udara) kepada Pilot
Penerbang untuk terbang menuju suatu situasi atau kondisi tertentu;
2) Mengikuti
Aerodrome Traffic Circuit yaitu
bagian atau rute tertentu yang harus diterbangi oleh pesawat yang beroperasi
disekitar bandar udara;
3) Mempunyai
wewenang mengambil keputusan/tindakan untuk keamanan dan keselamatan
penerbangan;
4) Bertanggungjawab
langsung untuk dan mengambil keputusan
terakhir atas pengoperasian pesawat udara;
5) Dalam
keadaan darurat yang memerlukan tindakan segera, pilot dibolehkan menyimpang
dari peraturan yang terkait dengan keadaan darurat;
6) Setiap
melakukan penyimpanan seperti tersebut diatas, pilot membuat laporan tertulis
kepada pemimpin/manajemen maskapai penerbang.
Human factor
(Pilot) dalam penyebab kecelakaan pesawat udara diantaranya dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor kinerja pilot antara lain :
1. Fisik
: Berkaitan dengan kondisi pilot maka kesalahan ata error pada seorang pilot
dapat terjadi salah satunya karena mengalami fatigue. Fatigue meruapakan
pengurangan keadaan fisik dan mental sebagai hasil dari tidak sempurnanya fisik
dan emosional yang dapat mengurangi hampir semua kemampuan fisik termasuk
kekuatan, kecepatan reaksi, koordinasi, pengambilan keputusan dan keseimbangan.
Faktor ini merupakan masalah serius dalam dunia penerbangan,
Microsleeps : Fatigue ini tentu sangat
mengganggu jika dialami oleh personil penerbangan yang berada di pesawat udara,
hal ini tentu dapat memicu terjadinya kecelakaan pesawat udara. Untuk menanggulangi
bahaya kecelakaan pesawat udara, pada waktu penerbangan terkait dengan kondisi
kesehatan awak pesawat udara, maka pemerintah telah membentuk suatu unit
pengujian kesehatan personil penerbangan melalui Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Direktorat Keselamatan Penerbangan, sesuai SKEP.Menteri
Perhubungan No.SK 38/OT.002.Phb-83 tanggal 1 Nopember 1983.
2.
Psikis : Merupakan suatu keadaan
(kondisi) dari seorang yang tidak dapat menerima keadaan karena dipengaruhi
suatu tekanan yang tidak dapat diterima seperti tekanan lingkungan kerja, beban
kerja yang tidak sesuai dengan keinginannya sehingga psikis orang tersebut
tidak mampu untuk menerima beban yang berat mengakibatkan terjadinya
penyimpangan perilaku yang tidak semestinya dan dapat membahayakan orang lain.
3.
Sistem
Manajemen Perusahaan, melputi :
·
Jadwal
Penerbangan : Jadwal penerbangan pilot yang telah
ditentukan/diatur oleh pihak perusahaan penerbangan (operator) harus
berdasarkan ketentuan atau aturan baik nasional maupun internasional.
·
Salary
: Salary/gaji
merupakan salah satu masalah bagi pilot karena dengan alasan bahwa pihak
perusahaan penerbangan banyak mengeluarkan biaya-biaya produksi.
·
Kebijakan
Penghematan BBM : Terkadang pihak manajemen perusahaan
memberikan kebijakan yang menyangkut penghematan bahan bakar minyak (BBM) dalam
penerbangan.
·
Penghargaan
:
Merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang apabila orang tersebut
telah melaksanakan pekerjaan yang diembannya dengan baik.
·
Reward
and Punishments : Penerapan pemberian sanksi atau
penghargaan sangat diperlukan bagi pembuat keputusan atau pembuat kebijakan.
4. Lingkungan/Budaya
Lingkungan/budaya
kerja pilot secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat keselamatan
penerbangan.
5. Komunikasi
Komunikasi
merupakan salah satu hal yang penting dalam kelancaran, keamanan dan
keselamatan penerbangan, dimana kecelakaan pesawat udara yang terjadi.
BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI
A. Pendekatan Model SHELL dalam
Kinerja Pilot
Dari
hasil penyebaran kuesioner terhadap pilot-pilot dari enam perusahaan yaitu
Garuda Indonesia, Merpati Airline, Batavia Air, Lion Air, Sriwijaya Air dan
Mandala Air melalui pendekatan model SHELL dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Hubungan Pilot dengan Unsur Software
Berdasarkan pengolahan data opini pilot
dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan dengan unsur
software diperoleh hasil sebagai berikut :
bahwa pilot tidak mempunyai kendala dengan unsur software hal tersebut
ditujukan dengan pemahaman yang baik terhadap standar, mikanisme maupun
prosedur dalam menjalankan profesi sebagai pilot, dan kesesuaian terhadap
simbol ( perangkat lunak) dalam pengoprasian pesawat.
2. Hubungan pilot dengan unsur
hardware
Berdasarkan pengolahan data opini
pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan pilot dengan
unsur hardware diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa pilot tidak mempunyai
kendala dengan unsur hardware hal tersebut ditujukan dengan kesesuaian terhadap
peralatan yang digunakan dalam cokcpit pesawat dan kesesuaian terhadap
kenyamanan konfiguarasi cockpit selam mengoperasikan pesawat.
3. Hubungan pilot dengan unsur
liveware
Berdasarkan pengolahan data opini
pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian hubungan pilot dengan
unsur liveware diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa pilot tidak mempunyai
kendala dengan unsur liveware hal tersebut ditunjukan dengan kesesuaian dalam
berkomunikasi dengan reka kerja selama melakukan kerja dan kesesuaian dalam
hubungan dengan manajemen perusahaan.
4. hubungan pilot denan unsujr
environtment
Berdasarkan
pengolahan data opini pilot dari lima perusahaan penerbangan tingkat kesesuaian
hubungan pilot dengan unsur environtent diperoleh hasil sebagai berikut : bahwa
pilot tidak mempunai kendala dengan unsur environment hal tersebut ditujukan
dengan kesesuaian terhadap suhu ruang cockpit selama melakukan tugas
penerbangan dan dengan lingkung sekeliling cockpit yang mennjang dalam
konsentrasi penerbangan.
Dari hasil anaisis melaui pendekatan
model SHELL dari pemahaman atau kesesuiaian pilot dengan masing-masing unsur
tersebut menunjukan hasil sebagai berikut :
1.
Kesesuaian pilot dengan unsur software yang diwakili variabel standar, meknisme
maupun prosedur dalam menjalankan profesi serta variabel kesesuaian terhadap
simbol (perangkat lunak) dalam pengopersaian pesawat diperoleh hasil 28% pilot
cukup memahami dan 72% pilot sangat baik dalam memahami unsr software tersebut.
2.
Kesesuaian pilot dengan unsur hardware yang diwakili variabel perlatan yang
digunakan dalam cockpit pesawat dan varabel kenyamanan konfigurasi cockpit
diperoleh hasil 24% pilot cukup nyaman dengan unsur hardware 76% pilot sangan
merasa nyaman dengan unsur hardware tersebut.
3.
Kesesuaian pilot dengan unsur liveware yang diwakuli variabel komunikasi denga rekan
kerja ddan variabel hubungan denga manajemen perusahaan diperoleh hasil 12%
pilot cukup baik dalam kesesuaian dengan unsur liveware dan 88% sangat baik
dalam kesesuaian dengan unsur liveware tersebut.
4.
Kesesuaian pilot dengan unsur environment yang diwakili variabel suhu ruang
cockpit dan variabel kondisi sekeliling cockpit diperoleh hasil 12% pilot cukup
nyaman dengan kedua unsur environtment tersebut dan 88% pilot sangat nyaman
dengan unsur environment tersebut.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Kinerja
Pilot
Pengolompokan faktor-faktor yang
mempengaruhi kenerja pilot mempengaruhi kinerja pilot melalui kategori pengaruh
fisikis, sistem manajemen dan komunikasi diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Faktor fisik : Pengelompokan
berdasarkan faktor fisik antara lain dilihat dari segi waktu istirahat yang
dipergunakan pilot frekuensi terbang yang dijadwalkan manajemen perusahaan
penerbangan dan frekuensi cek kesehatan yang diterapkan oleh menajemen perusaan
penerbangan. Untuk melihat pengaruh ketiga unsur yang mempengaruhi fisik
tersebut dapa dilihat dalam diagram batang berikut :
Dari diagram batang diatas waktu
istirahat yang selama ini dipergunakan oleh pilot sudah memenuhi kondisi fisik,
artinya tidak mempengaruhi tingkat kelelahan fisik pilot, manajemen perusahaan
penerbangan sudah memberikan waktu istirahat yang cukup bagi pilot selama
melakukan tugasnya sehingga tidak mengganggu kelelahan fisik dalam menjalankan
tugasnya, hal trsebut ditujukan dari 82% jawaban pilot yang menyatakan bahwa
kebutuhan waktu istirahat sudah terpenuhi, sedangkan sisanya 16% menyatakan
kebutuhan pilot belum terpenuhi, dalam pengaturan jadwal terbang dari
perusahaan pilot mersakan bahwa pengaturan jadwal terbang selama ini sudah mempertimbangkan
kondisi fisik pilot sehingga tidak sampai mempengaruhi fatigue kelelehan fisik
yang akan berpengaruh pada inerja pilot demikian halnya dengan cek kesehatan
yang selama ini telah dilakukan dan sudah memenuhi kebutuhan fisik pilot selama
akan menjalankan tugasnya. Dapat disimpulakan bahwa faktor-fakotr yang
mempengaruhi fisik pilot dengan melihat dari kecukupan waktu istirahat
frekuensi terbang maupun cek keseahatan telah terpenuhi sehingga tidak sampai
berakibat kepada kelelahan fisik yang akan menggagu kinerja pilot selama
melakukan tuganya.
2. Faktor Psikis
: yang termasuk dalam kategori faktor fisiskis dalam hal ini antara lain
tekanan pekerjaan yang berakibat kpda kondisi emosional, tekanan pekerjaan yang
berakibat kepada gangguan tidur, beban tanggung jawab dalam menjalani profesi
sebagai pilot, mengingat pilot terhadap bidang pekerjaannya dan kedisiplinan
pilot terhadap sistem dan prosedur dalam menjalankan tugasnya. Dari hasil
penyebaran kuisioner untuk menggali opini terhadap kelima unsur yang terkait
dengan pengaruh fisikis dapa dilihat dalam diagram batang dibawah ini.
Faktor fisiksis dilihat dari tekanan
pekerjaan yang mempengaruhi kondisi emosional rata-rata pilot menunjukan
kondisi emosional relatif stabil dari tekanan pekerjaannya, dan tidak
berpengaruh terhadap aktifitas istirahat dimalam hari (tidur) namun ada 13%
pilot yang masih mersakan bahwa tekanan pekerjaan mempengaruhi aktifitas
istirahat dimalam hari (tidur) besarnya tanggung jawab yang diemban, pilot
berpendapat bahwa beban tanggung jawab yang diemban cukup berat hal tersebut
ditujukan dari 68% mengatakan bahwa beban tanggung jawab cukup berat 18%
mengatakan sangat berat dan hanya 13% mengatakan bahwa beban tanggung jawab
pilot cukup ringan. Dari kinat pekerjaan rata-rata pilot sangat menyukai
profesinya sebagai pilot dan selalu menjalankan tuganya sesuai dengan sistem
dan prosedur yang telahditetapkan.
3. Sistem Manajemen
: Sistem manajement dalam pengaruhnya terhadap kinerja pilot dilihat anatara
lain daripengaruh jadwal terbang, lama waktu istirahat yang disediakan, salary
yang diberikan, cek profisiensi keterampilan,kebijakan efisiensi perusahaan,
jenjang karir dan pemberian penghargaan terhadap profesi pilo. Dari hasil
jawaban opini pilot terhadap unsur-unsur sistem manajemen tersebut dapat
dilihat dari diagram dibawah ini.
Dari hasil opini pilot tersebut
dilihat dari pengaturan jadwal terbang oleh perusahaan penerbangan sudah
disesuaikan dengan kondisi fisik pilot sehingga tidak sampai berpengaruh kepada
kelelahan akibat padatnya jadwal
terbang. Demikian juga dengan kebijakan perusahaan dalam penyediaan waktu
istirahat, kompensasi/salary, cek profisiensi ketarampilan, kebijakan dalam
peningkatan kinerja, jenjang karir serta penghargaan terhadap profesi pilot
menunjukkan bahwa pilot tidak mempunyai kendala dalam kebijakan perusahaan
terhadap hal tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen yang
telah diterapkan dalam menunjang kinerja pilot tidak menjadi hambatan atau
kendala pilot selama menjalankan tugasnya.
4. Faktor Komunikasi : Faktor
komunikasi dalam pengaruhnya terhadap kinerja pilot antara lain dilihat dari
komunikasi pilot terhadap tim kerja (co-pilot), komunikasi pilot dengan ATC,
komunikasi pilot dengan manajemen perusahaan dan komunikasi pilot dengan
keluarga. Dari hasil opini pilot diperoleh hasil seperti diagram berikut.
Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa komunikasi pilot terhadap tim kerja (co-pilot) 76 % pilot menyatakan
bahwa hubungan terjalin dengan baik, sisanya 24 % cukup baik dan tidak ada
pilot yang mempunyai kendala dalam menjalin komunikasi dengan tim kerja-nya
(co-pilot). Untuk komunikasi pilot dengan petugas ATC ada 13 % pilot menyatakan
mempunyai hambatan dalam melakukan komunikasi kerja dengan petugas ATC, sisanya
42 % menjalin komunikasi cukup baik dan 45 % menjalin komunikasi dengan sangat
baik. Komunikasi pilot dengan lingkungan
manajemen perusahaan menunjukkan 34 % sangat baik dalam menjalin komunikasi, 47
% cukup baik dan 18 % masih terdapat kendala dalam menjalin komunikasi dengan
rekan-rekan dilingkungan manajemen perusahaannya. Sedangkan komunikasi pilot
dengan keluarga 71 % pilot menyatakan bahwa kondisi keluarga akan mempunyai
pengaruh terhadap kinerja pilot dan sisanya 29 % menyatakan bahwa kondisi
keluarga tidak akan berpengaruh terhadap kinerja pilot.
C. Incident Accident Pesawat Udara
` Perkembangan
kecelakaan penerbangan dapat dilihat pada data diatas (Bab III), dimana
terlihat jumlah kecelakaan dari tahun
2002 sebanyak 14 kecelakaan, tahun 2003 sebanyak 11 kejadian, tahun 2004 bertambah menjadi 14
kali kejadian, tahun 2005 bertambah menjadi 18 kali kecelakaan dan tahun 2006
sebanyak 16 kecelakaan. Pada umumnya penyebab kecelakaan pesawat udara tersebut
yang paling dominan disebabkan oleh human factor/kesalahan manusia, diikuti
oleh faktor teknis, dan kondisi cuaca yang buruk terutama di Indonesia bagian
Timur.
Pada tiga bandar udara yang
dilakukan survei yaitu Bandar Juanda Surabaya, Bandara Hasanuddin Makassar, dan
Bandar Polonia Medan, data kecelakaan yang diperoleh menyimpulkan berbagai
sebab atas terjadinya kecelakaan tersebut diantaranya :
Pilot
tidak melakukan kontak dengan petugas tower; ATC lambat memberikan instruksi
kepada pilot: Terjadi kerusakan pesawat udara pada saat mendarat/landing;
Pesawat udara tergelincir keluar landasan pada saat mendarat disebabkan cuaca
buruk; Penyimpanan oleh pilot terhadap VFR
Flight.
Penyebab kecelakaan yang terjadi,
bila dianalisa lebih lanjut tidak terlepas dari peran seorang pilot yang
meng-awaki pesawat udara tersebut. Berbagai sebab dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan pilot terutama pada saat penerbangan, diantaranya adalah kondisi
keluarga, kondisi kesehatan, hubungan kerja antara pilot dengan manajemen
perusahaan dan antara pilot dengan rekan kerja, rasa kekecewaan atas kebijakan
manajemen perusahaan, hubungan komunikasi yang kurang baik dengan rekan kerja
(co-pilot) atau dengan pemandu lalu lintas udara (petugas ATC) dan sebab-sebab
lainnya.
Untuk mencapai/memperkecil pengaruh
manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat udara baik accident
maupun incident. Hal tersebut perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait
sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi kejiwaan pilot/co-pilot. Menyangkut hal
tersebut diatas adalah mengupayakan : Manajemen perusahaan yang lebih fair;
Tingkat penghasilan yang lebih baik; Peningkatan kesehatan pilot yang lebih
baik sesuai peaturan yang berlaku; Aturan terbang yang dilaksanakan sesuai
peraturan; Waktu istirahat didarat dimanfaatkan seoptimal mungkin; Hubungan emosional
yang lebih baik dengan keluarga; Menjalani hubungan komunikasi yang lebih baik,
antara pilot dengan ATC dengan cara : perbaikan/penggantian peralatan yang
kurang baik dan penumpang tidak mengakibatkan telepon genggam dan lain-lain.
Upaya tersebut diatas diharapkan
dapat meningkatkan kineja pilot pada saat bertugas di udara, yang tentunya
berdampak dalam mengurangi jumlah kecelakaan yang disebabkan human faktor
dimana dalam kondisi darurat apapun pilot akan melakukan suatu tindakan yang
bagi keselamatan penerbangan.
D. Langkah-langkah Dalam
Meningkatkan Kinerja Pilot
Membuat
schedule/jadwal penerbangan bulanan,
dengan rute yang berbeda-beda dan manajemen jangan merubah schedule secara
mendadak; setelah menjalankan duty multy
days diberikan libur satu hari atau waktu istirahat dihitung berdasarkan
jam istirahat bukan hari atau disesuaikan dengan CASR; perhari maximun 4 kali landing untuk siang hari, dan 2 kali
landing untuk malam hari; memperhitungkan kondisi lalu lintas khususnya di
Jakarta dengan mempertimbangkan kemacetan; perlu adanya fasilitas keselamatan
dan jaminan hari tua; Sebaiknya konpensasi untuk kesejahteraan sedikit dibawah
negara tetangga Malaysia/seperti P.T GIA atau dengan mempertimbang lama bekerja
pada perusahaan dan kondisi idealnya supaya pilot disesuaikan dengan keadaan
pasar yang ada, walaupun ada perbedaan tidak terlalu jauh; Setidaknya mengikuti
pasaran salary yang ada/PT. GIA atau disesuaikan dengan salary di negara-negara
regional atau akan baik bila tingkat salary sesuai/pendapatan dibawah standar
akan mengurangi kinerja; Perbaikan peralatan di kesehatan penerbangan yang
sering rusak; Mengutamakan keselamatan/Safety first, kemudian ekonomical
flight;
Agar kerjasama antara manajemen
dengan operasional; ground time sangat singkat, mempengaruhi OTP; Agar kesejahteraan dipenuhi
sehingga beban pekerjaan terfokus tidak memikirkan hak-hak lain, dimana secara
emosional mempengaruhi pekerjaan; Menyediakan akomodasi yang sesuai; Untuk
penerbangan malam, sebaiknya tidak diganggu dengan jadwal terbang yang
dimajukan jamnya sehingga waktu istirahat pada siang hari tidak terganggu;
Pilot sebaiknya mengurusi kepilotan saja tidak prlu diikutkan mengurusi
penumpang; Perlu pengaturan yang lebih baik, karena selma ini perusahaan tidak
jelas contoh yang sudah bagus PT. GIA; Mempertimbangkan lama bekerja
profesionalitas dan untuk menunjang profesionalisme tersebut sebaiknya keluarga
dijamin oleh perusahaan terutama masalah kessehatan serta memberikan ijin untuk
kepentingan keluarga yang bersifat mendesak;
Untuk
Upgrading dalam karier terkesan
berhenti, karena disesuaikan dengan kebutuhan dan bila ada sekolah untuk type
pesawat baru diperhatikan yang yunior/upgrading
yunior masih terhalang oleh senior. Perusahaan seharusnya memberikan
penghargaan jkepada pilot yang membantu memperlancar opersional atau ada reward
bagi yang berprestasi; Radar control diperbaiki/ditambah repeater dan akan
terjadi komunikasi kurang baik, perbaikan kualitas frekwensi, radio transmiter
dari ATC kurang kuat atau kadang terhambat oleh signal radio; Berbicara dengan
nada yang pelan dan jelas, perlu diperbanyak repeater-repeater agar blackspot
tidak ada; Perlu waktu untuk selalu ada “meeting” antara ATC dan pilot; pada
daerah-daerah yang dalam perusahaan yang kadang tidak sinergi; setiap pilot
harus berpegang pada standar prosedur baku yang berlaku dalam keadaan normal
maupun darurat;
KESIMPLAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
dari pengkajian pengaruh hunan faktor (pilot) dalam penyebab kecelakaan
penerbangan sipil di Indonesia dapat diuraikan berikut:
1. Dari hubungan SHELL menunjukkan
prioritas :
Environment
(22 %), dimana kenyamanan suhu ruang dalam kockpit pesawat udara dan konsentrasi
penerbangan sudah cukup baik, Hardware (19 %), dimana kesesuain peralatan yang
digunakan dalam cockpit pesawat udara dan kenyamanan konfigurasi cockpit
pesawat udara sudah cukup baik, software (18 %), dimana kesesuaian standar,
mekanisme dan prosedur dalam menjalankan profesi sebagai pilot serta perangkat
lunak dalam pengoperasian pesawat sudah bagus, Liveware (17,5 %), dimana
hubungan komunikasi dengan rekan kerja cukup baik.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja pilot dari hasl pertanyaan terbuka meliputi:
ü Sotftaware/kebijakan
perusahaan penebangan yaitu :Standar prosedur yang harus dilakukan piot cukup
baik, frekuensi Chek kesehatan cukup baik, Salary kurang memuaskan, Istirahata
yang disediakan sudah sesuai, Pengaturan jadwal penerbangan sesuai fisik dan
psikis:
ü Hardware/peralatan
: Cek Profisiensi keteramplan sudah memenuhi:
ü Environment/lingkungan/kenyamanan
yaiut : Sistem manajemen perusahaan tidak mempengaruhi kinerja Pilot, Kondisi
emsional dalam tekanan sehari-hari stabil, Tekanan pekerjaan tidak mempengaruhi
gangguan tidur, kebijakan perusahaan dalam pengatran jadwal terbang pilot tidak
berpengaruh terhadap kondisi fisik, Tanggung jawab yang di emban sedang,
Kebijakan perusahaan dalam proses peningkatan jenjang karir cukup baik, penghargaan
persahaan terhadap profesi pekejaan cukup baik, kondisi keluarga berpengaruh
dalam pekerjaan, profesi pekerjaan sudah sesuai dengan minat dan bakat:
ü Liveware/co
pilot yaitu:hubungan komunikasih dalam suatu team work (co pilot) dalam
penerbangan baik;liveware/rekan kerja/keluarga yaitu:Tidak pernah/kadang-kadang
adanya hambatan komunikasi dengan petugas ATC, Hubungan kerja antara
petugas/pegawai cukup baik
B. Saran
1. Agar
ada perlindungan hukum bagi pilot maupun ATC dalam melaksanakan tugas untuk
menjaga keselamatan penerbangan sesuai dengan Annex 13 ICAO;
2. Memanfaatkan
briefing room yang terseda untuk para Pilotyang selama ini lebih banyak
digunakan oleh para FOO untuk membahas permasalahan yang ditemui pada
opeasional di lapangan ;
3. Agar
pilot melaksanakan tugasnya sesuai regulasi dan ketentuan yang berlaku dalam
mematuhiinstruksi ATC dan mematuhi rambu-rambu LLU;
4. Agar
mengutamakan keselamatan penerbangan/safety first perusahaan penerbangan
emperhatikan hal-hal yang dapat mempengarhi kinerja pilot dianaranya salary.
DAFTAR PUSTAKA
1. Acraft Type and Air Worhtiness
Certification , ICAO, CASR part 36
2. Certification and Operating
Requirment for Commuter and Charter Air carries, ICAO, CASR part 121;
3. Certification and Operating
requirmen for Pilot School, ICAO, CASR part 141
4. Keamanan
dan Keselamatan penerbangan, Peraturan pemerintah Nomor 3 tahun 2001;
5. Licensng Of Pilot and flight
Instucture for Pilor School, ICAO, CASR part 61;
6. Penerbangan,
undang-undang nomor 15 than 1992;
7. Sertifikasi
kesehatan personil penebangan, surat keputusan direktorat jendeal perhubungan
Udara SKEP. Nomor 62/V/2004;
8. Tata
cara pemeriksaan kesehatan penyakit jantung koroner pada penerbang dan juru
mesin pesawat udara,Sura keputusan Direktorat jenderal Perhubungan Udara SKEP.
Nomor 180/VII /tahun 2006;